Soal Sanksi Pidana Vaksinasi Covid-19 , Epidemiolog: Pastikan Dulu Aman, Efektif

Rabu, 21 Oktober 2020 12:21 WIB

Ilustrasi peneliti berupaya menciptakan vaksin virus corona Covid-19. ANTARA/Shutterstock/am.

TEMPO.CO, Jakarta -Epidemiolog Pandu Riono menanggapi ancaman sanksi pidana Perda Covid-19 DKI Jakarta yang ditujukan bagi orang yang menolak pengobatan atau vaksinasi Covid-19.

Menurutnya, sebelum menyebutkan sanksi bagi warga, Perda tersebut seharusnya terlebih dulu menjelaskan kewajiban pemerintah untuk menyediakan vaksin, obat, dan pelayanan yang aman, efektif, serta dibiayai pemerintah.

Baca Juga: Ketua Tim Uji Klinis: Vaksin Sinovac di Indonesia Tunggu Penelitian Selesai!

“Pemerintah harus menyediakan pengobatan dan vaksin yang aman, efektif, dan dibiayai oleh pemerintah. Baik vaksin, pelayanannya, semuanya,” ujar Pandu saat dihubungi Tempo pada Selasa, 21 Oktober 2020.

Perda Covid-19 disahkan dalam Rapat Paripurna DPRD DKI Jakarta pada Senin, 19 Oktober 2020 lalu. Aturan yang akan menjadi payung hukum bagi penanganan wabah Covid-19 di Jakarta ini memuat 11 bab dan 35 pasal. Adapun ketentuan pidana tertuang dalam Bab X pada Pasal 29, 30, 31, dan 32.

Advertising
Advertising

Sanksi bagi yang menolak pengobatan dan vaksin disebutkan pada Pasal 30 Perda Covid-19 yang berbunyi: Setiap orang yang dengan sengaja menolak untuk dilakukan pengobatan dan/atau vaksinasi Covid-19, dipidana dengan pidana denda paling banyak sebesar Rp 5.000.000,00 (lima juta rupiah).

Menurut Pandu Riono, adanya ketentuan sanksi bagi penolak obat dan vaksin Covid-19 tanpa ketentuan tanggung jawab pemerintah di dalamnya terkesan terlalu memaksa dan berpotensi kontraproduktif. “Jadi, Perda yang terlalu memaksakan itu kontraproduktif,” ujarnya.

Apalagi, kata dia, hingga saat ini belum ada vaksin yang sudah melewati semua fase uji coba serta terbukti aman dan efektif untuk diedarkan ke masyarakat luas.

Singkatnya, Pandu menyatakan bahwa yang ada saat ini bukanlah vaksin Covid-19, melainkan masih kandidat vaksin Covid-19 yang tengah diteliti. Sehingga, ia menilai akan sangat berisiko jika pemerintah melakukan vaksinasi secara terburu-buru.

“Masih panjang (proses uji coba vaksin), kecuali kalau pemerintah itu tidak mau mendengar para ahli, mau memaksakan supaya penduduk cepat divaksinasi, tapi risikonya tinggi. Kalau ada apa-apa, siapa yang mau menjamin?” ujar epidemiolog itu.

Oleh karena risiko yang tinggi itulah, Pandu menekankan bahwa Perda Covid-19 seharusnya tidak hanya mewajibkan warga menerima vaksin, tetapi juga mewajibkan pemerintah untuk menyediakan pelayanan yang aman dan terjamin, sekaligus bertanggung jawab atas risiko yang ditimbulkan.

“Jadi, pemerintah itu sebelum memaksakan dia harus bisa menjamin dulu. Nanti kalau ada efek samping, di situ harus disebutkan ‘bila ada efek samping atau masalah akibat vaksinasi, pemerintah harus bertanggung jawab’. Nggak ada kan? Kalau nggak ada, itu menurut saya Perda-nya batalin aja,” ujar Pandu Riono.

ACHMAD HAMUDI ASSEGAF | MARTHA WARTA

Berita terkait

Dewan Kehormatan Minta Ketum PWI Patuhi Sanksi Ihwal Dugaan Penyelewengan Hibah BUMN

3 hari lalu

Dewan Kehormatan Minta Ketum PWI Patuhi Sanksi Ihwal Dugaan Penyelewengan Hibah BUMN

DK PWI telah memutuskan memberikan sanksi dan tindakan organisatoris terhadap Ketua Umum PWI Hendry Ch Bangun dan tiga pengurus PWI lainnya.

Baca Selengkapnya

Kedubes: Rusia Jadi Lebih Kuat di Bawah Sanksi Barat

3 hari lalu

Kedubes: Rusia Jadi Lebih Kuat di Bawah Sanksi Barat

Kedutaan Besar Rusia untuk Indonesia mengatakan industri Rusia kini menjadi lebih kuat meski banyak disanksi oleh Barat.

Baca Selengkapnya

AS Jatuhkan Sanksi kepada Batalion Netzah Yehuda, Apa Tuduhannya?

5 hari lalu

AS Jatuhkan Sanksi kepada Batalion Netzah Yehuda, Apa Tuduhannya?

Amerika Serikat akan menjatuhkan sanksi terhadap batalion Netzah Yehuda Israel atas perlakuan mereka terhadap warga Palestina di Tepi Barat.

Baca Selengkapnya

Pemimpin Partai Buruh Israel Desak Pembubaran Batalion IDF dengan Sejarah Pelanggaran HAM

5 hari lalu

Pemimpin Partai Buruh Israel Desak Pembubaran Batalion IDF dengan Sejarah Pelanggaran HAM

Pemimpin Partai Buruh Israel mengatakan batalion Netzah Yehuda dalam Pasukan Pertahanan Israel (IDF) membunuh warga Palestina "tanpa alasan yang jelas".

Baca Selengkapnya

AS akan Jatuhkan Sanksi pada Batalion Israel atas Pelanggaran HAM, Netanyahu: Saya Lawan!

6 hari lalu

AS akan Jatuhkan Sanksi pada Batalion Israel atas Pelanggaran HAM, Netanyahu: Saya Lawan!

PM Israel Benjamin Netanyahu akan melawan sanksi apa pun yang menargetkan unit militer Israel atas dugaan pelanggaran hak asasi manusia.

Baca Selengkapnya

Amerika Serikat Siap Jatuhkan Sanksi Baru ke Tehran Dampak Serangan Iran ke Israel

10 hari lalu

Amerika Serikat Siap Jatuhkan Sanksi Baru ke Tehran Dampak Serangan Iran ke Israel

Pemerintah Amerika Serikat sedang berupaya menjatuhkan sanksi baru ke Iran sebagai bentuk balasan atas serangan Iran ke Israel pada akhir pekan lalu.

Baca Selengkapnya

AS 'Prihatin Luar Biasa' atas Dugaan Hubungan Korea Utara-Iran

11 hari lalu

AS 'Prihatin Luar Biasa' atas Dugaan Hubungan Korea Utara-Iran

Setelah menjalin hubungan diplomatik pada 1973, Korea Utara dan Iran diketahui memiliki hubungan yang dekat.

Baca Selengkapnya

Uni Eropa Bersiap Tambahkan Sanksi untuk Iran

11 hari lalu

Uni Eropa Bersiap Tambahkan Sanksi untuk Iran

Josep Borrell mengatakan Uni Eropa akan bersiap untuk menambahkan sanksi terhadap Iran atas serangannya yang menyasar Israel.

Baca Selengkapnya

AS akan Jatuhkan Sanksi Baru kepada Iran atas Serangan terhadap Israel

11 hari lalu

AS akan Jatuhkan Sanksi Baru kepada Iran atas Serangan terhadap Israel

Departemen Keuangan Amerika Serikat mengungkap rencana menjatuhkan sanksi baru kepada Iran.

Baca Selengkapnya

Menteri Luar Negeri Israel Mendesak Negara di Dunia Jatuhkan Sanksi ke setelah Serangan Iran

11 hari lalu

Menteri Luar Negeri Israel Mendesak Negara di Dunia Jatuhkan Sanksi ke setelah Serangan Iran

Israel kembali mendesak negara-negara menjatuhkan sanksi terhadap Iran, menyusul serangan Iran pada 13 April 2024.

Baca Selengkapnya