Dikritik Anggota DPRD DKI Lain, Begini PSI Tetap Menolak Kenaikan RKT 2021
Reporter
Adam Prireza
Editor
Dwi Arjanto
Kamis, 3 Desember 2020 09:19 WIB
TEMPO.CO, Jakarta -Meski dihujani kritik dari anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah DKI, Partai Solidaritas Indonesia atau PSI tetap teguh pada pendiriannya menolak kenaikan Rancangan Kerja Tahunan (RKT) dalam Kebijakan Umum Anggaran-Prioritas Plafon Anggaran Sementara untuk Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah atau APBD 2021.
Ketua Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) PSI DKI Jakarta, Michael Victor Sianipar mengatakan kenaikan itu tak pantas mengingat Ibu Kota yang masih dilanda pandemi Covid-19.
“Sebagai Partai yang mengedepankan efisiensi anggaran, dan selama ini kritis terhadap penyusunan anggaran, kami dengan tegas menolak kenaikan RKT di tengah pandemi dan kesulitan ekonomi yang dialami warga Jakarta,” ujar Michael lewat pesan pendek hari ini, Rabu, 2 Desember 2020.
Baca juga : Gaduh Rencana Tunjangan DPRD DKI Naik, Ketua Komisi A Sebut Suara PSI Terpecah
Michael menegaskan partainya tak pernah menyetujui kenaikan RKT. Menurut dia, sebelum rapat paripurna beberapa waktu lalu partainya mengadakan rapat internal. Setiap keputusan besar anggaran, kata dia, sikap fraksi yang final diambil lewat proses konsultasi dengan DPW. “Pada saat itu lah muncul sikap tegas sesuai yang dituangkan di pandangan umum fraksi,” tutur Michael.
Michael pun berharap partai lain memperjelas sikapnya soal apakah usulan kenaikan RKT di tengah pandemi dan kesulitan ekonomi dapat diterima atau tidak. PSI, kata dia, akan berupaya mengajak publik dan partai lain untuk mempertimbangkan kepantasan usulan tersebut.
Ketua Komisi Pemerintahan DPRD DKI Jakarta Mujiyono sebelumnya mengatakan usulan kenaikan tunjangan legislator telah disetujui oleh semua fraksi dalam rapat pimpinan.Mujiyono menuturkan usul kenaikan tunjangan dewan pertama kali muncul dalam rapat pimpinan gabungan panitia khusus rencana kerja tahunan (RKT) dan revisi tata tertib dewan.
Ketua DPRD DKI Prasetio Edi Marsudi menginformasikan bahwa akan diusulkan kenaikan tunjangan karena sudah tiga tahun tidak naik. Mujiyono menuturkan dalam rapat pansus PSI mengirim dua anggotanya yaitu Anggara Wicitra dan Justin Adrian Utayana. Seluruh wakil fraksi dalam pansus RKT menyetujui usul tunjangan. PSI juga menandatangani notulensinya.
Sebagai ketua Komisi A, Mujiyono mengakselerasikan usulan itu dengan anggaran kegiatan yang ada di Sekretariat DPRD. Maka muncul angka Rp 580 miliar di Sekretariat DPRD DKI, untuk penambahan tunjangan dan kegiatan yang ada di dewan.
Saat disampaikan ada penambahan Rp 580 miliar, PSI menyetujui penambahan itu. Total tambahan di Sekretariat DPRD mencapai Rp 620 miliar, yang Rp 580 miliar di antaranya untuk berbagai kegiatan dewan. "Kenapa di forum Badan Anggaran dan pansus tidak protes? Di ujung jalan mereka balik badan," tutur politikus Partai Demokrat itu.
Komite Pemantau Legislatif (KOPEL) Indonesia mengkritik rencana kenaikan tunjangan reses dan sosialisasi peraturan daerah (perda) DPRD DKI Jakarta sebesar Rp 8 miliar yang dinilai sebagai akal licik untuk menaikkan penghasilan anggota dewan.
<!--more-->
"Ini akal licik anggota DPRD DKI Jakarta untuk menaikkan penghasilan saat tidak ada pantauan publik," kata Pengurus KOPEL Indonesia, Anwar Razak dalam keterangan tertulisnya kemarin.
KOPEL curiga selama ini pembahasan anggaran dilaksanakan di luar Jakarta, yakni di Hotel Grand Cempaka Cisarua Bogor. Sebelumnya, KOPEL telah mengingatkan pembahasan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah Perubahan (APBD-P) DKI tahun 2020 yang dilakukan oleh DPRD dan Pemerintah DKI di kawasan Puncak dinilai rawan dengan anggaran siluman. "Ternyata mereka punya rencana terselubung menaikkan tunjangan anggota DPRD," ujar Anwar.
Menurut dia, tunjangan reses dan sosialisasi Perda memang tidak detail diatur besarannya dalam PP 18 tahun 2017 tentang Hak Keuangan Anggota DPRD. Tapi jelas disebutkan bahwa besarannya harus memperhatikan kemampuan keuangan daerah.
"Saat Pendapatan Asli Daerah DKI Jakarta turun drastis dan bahkan berutang ke pusat untuk pemulihan ekonomi, kenaikan tunjangan itu akal licik menguras APBD," kata Anwar. Dalam situasi saat ini seharusnya anggaran reses dan biaya-biaya sosialisasi dan perjalanan diturunkan karena lebih banyak dilakukan secara daring (online).
ADAM PRIREZA | IMAM HAMDI | TEMPO.CO