Deretan Menteri Berpolemik dengan Anies Baswedan dalam Kisruh Bansos DKI
Reporter
Zefanya Aprilia
Editor
Dwi Arjanto
Kamis, 5 Agustus 2021 14:22 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Penyaluran bantuan sosial atau bansos DKI Jakarta kembali bertemu dengan masalah.
Dinas Sosial DKI Jakarta menunda 99 ribu data penerima bansos lantaran mereka juga tercatat penerima bansos Kementerian Sosial (Kemensos).
Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan kemudian menyurati Menteri Sosial (Mensos) Tri Rismaharini untuk mengklarifikasi data ganda ini. Tetapi Risma malah menanggapi surat tersebut dengan sindiran.
Ini bukanlah kali yang pertama, penyaluran bansos di DKI Jakarta menghadapi masalah. Ini juga bukanlah kali yang pertama bagi Anies Baswedan, dalam menghadapi menteri terkait penyaluran bansos.
Berikut rangkuman Tempo tentang konflik penyaluran bansos antara Anies dan para menteri.
Kemensos vs. Pemprov DKI Babak I
Eks Mensos Juliari P. Batubara menyoroti banyak penerima bansos dari pemerintah pusat sebelumnya sudah menerima bantuan DKI. Di hadapan anggota DPR, Juliari menyebut, bahwa Anies meminta pemerintah pusat untuk memasok bantuan kepada warga yang tak bisa ditanggung DKI. Artinya, DKI tidak memberikan data yang sama kepada Kementerian Sosial.
"Saya turun hampir di 14 titik, itu yang terjadi adalah banyak sekali yang terima bansos sembako Kemensos ini ternyata sudah terima bansos dari Pemprov DKI Jakarta," kata Juliari dalam rapat bersama Komisi VIII DPR RI, 6 Mei 2020.
Kini, Juliari menjadi tersangka kasus korupsi bansos.
Menko PMK Bersitegang dengan Anies
Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy turut ikut menegur Anies ihwal masalah data penerima bansos di Jakarta yang. Ia meminta agar Juliari dan Anies sinkron dalam pendataan penerima bansos.
Selanjutnya: Perlu sinergi data kelompok penerima...
<!--more-->
"Perlu sinergi data kelompok penerima manfaat dengan bansos lainnya, termasuk usulan baru. Sehingga penyaluran bansos presiden dan bansos dari daerah dapat bersinergi," kata Muhadjir dalam siaran pers pada 5 Mei 2020.
Pada 7 Mei 2020, Muhadjir mengungkapkan bahwa ia telah menegur keras Anies terkait masalah data bansos dan sempat bersitegang dengannya. "Sekarang sedang tarik menarik artinya cocok-cocokkan data, bahkan saya kemarin dengan Pak Gubernur agak tegang, agak saya tegur keras Pak Gubernur," kata Muhadjir, 7 Mei 2020.
Muhadjir mengingatkan Anies Baswedan supaya data bansos yang diberikan harus sesuai. Menurutnya, warga akan memaki-maki persoalan bansos ini ke Presiden Jokowi.
Kemenkeu vs. Pemprov DKI
Awalnya, saat pembagian data penerima bansos antara pemerintah pusat dan daerah, Pemprov DKI menyanggupi memberikan bantuan kepada 1,1 juta kepala keluarga (KK) di Jakarta, dari total 3,7 juta KK.
Menteri Keuangan Sri Mulyani kemudian mengatakan Anies tidak punya anggaran untuk mendanai bantuan sosial sembako bagi 1,1 juta warganya.
Kabar ihwal ketiadaan anggaran ini diketahuinya setelah mendapatkan laporan dari Kementerian Koordinator Bidang Pemberdayaan Manusia dan Kebudayaan.
"Yang tadinya cover 1,1 juta warga, mereka tidak ada anggaran dan minta pemerintah pusat untuk cover 1,1 juta. Jadi yang tadinya 1,1 juta DKI dan sisanya 3,6 juta pemerintah pusat, sekarang seluruhnya diminta di-cover pemerintah pusat," kata Sri Mulyani dalam rapat virtual dengan Komisi XI DPR, 6 Mei 2020.
Selanjutnya: Kemudian Anies menanggapi Menkeu..
<!--more-->
Kemudian Anies menanggapi Menkeu dengan menegaskan bahwa Pemprov DKI juga telah menyediakan Rp5,032 triliun dalam bentuk belanja tidak terduga.
Pada 8 Mei 2020, Sri Mulyani mengumumkan kekurangan bayar DBH DKI Jakarta, seperti yang ditagih Anies, sudah dibayar setengahnya. Jumlahnya Rp 2,6 triliun dari total Rp 5,1 triliun. DBH ini akan yang digunakan oleh DKI untuk bantuan sosial 1,1 juta warga DKI Jakarta yang terimbas Covid-19.
Sebelumnya, DPRD DKI telah mendesak Sri Mulyani melunasi penuh DBH yang menjadi hak Pemprov DKI. Lalu pada 8 Mei 2020, Ketua Komisi A DPRD DKI Mujiyono pun menilai Sri Mulyani keliru dengan menyebut DKI tak punya anggaran bantuan sosial bagi 1,1 juta warga tersebut.
Sebab, DKI sudah menganggarkan Rp 10,2 triliun untuk penanganan Covid-19. Semestinya, kata Mujiyono, Sri Mulyani harus segera melunasi utangnya (DBH) agar DKI bisa cepat memberikan bantuan kepada warga terdampak. “Jadi salah kalau bilang DKI tidak punya anggaran,” ujarnya.
Staf Khusus Menkeu, Yustinus Prastowo berpendapat bahwa polemik pembayaran DBH ini sebenarnya tidak perlu terjadi. Sebab sesuai dengan UU, pembayaran DBH itu dilakukan setelah audit BPK selesai.
“Itu malah mendegradasi kebijakan Pemprov DKI yg mengalokasikan belanja tidak terduga sebesar 5T untuk penanganan Covid-19,” kata dia.
Menko Polhukam Sebut DKI Tidak Serahkan Data
Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan HAM (Menko Polhukam) Mahfud MD turut menjelaskan duduk perkara polemik bansos antara DKI dan pusat. Berdasarkan kesepakatan antara Pemerintah Pusat dan Pemprov DKI terkait bansos, beberapa kewajiban DKI dibebankan ke Pusat, tetapi Pemprov harus memberikan data penerima.
Selanjutnya: Yang kemudian dibebakan ke pusat...
<!--more-->
"Yang kemudian dibebankan ke pusat memang datanya by name by address akan diberikan oleh Pemda DKI. Tapi sampai saat [waktu yang] ditentukan tidak ada, gitulah ribut, ada yang tidak dapat, DKI protes," jelas Mahfud saat rapat virtual dengan Komisi I DPD pada 8 Mei 2020.
Saat penyaluran, terjadi kekacauan karena banyak penerima ganda. Pemerintah pusat kemudian meminta data bansos dari Pemprov DKI, namun Mahfud mengungkapkan bahwa data tidak pernah diserahkan sampai penyaluran bansos selesai.
Kemensos vs. Pemprov DKI Babak II
Mensos Tri Rismaharani menanggapi surat Gubernur Anies Baswedan dengan sindiran. Gubernur DKI Jakarta itu menyurati Risma agar mengklarifikasi sekitar 99 ribu data ganda penerima bantuan sosial (bansos) di Ibu Kota.
Lewat konferensi pers pada Selasa, 3 Agustus 2021, Risma mengaku tidak paham data ganda keluarga penerima manfaat (KPM) yang dimaksud Anies.
"Saya tidak tahu persis samanya gimana. Silakan komunikasi dengan kami. Insya Allah kami akan buka semuanya. Tidak ada yang kami tutupi," kata Risma dalam jumpa pers, Selasa, 3 Agustus 2021.
Risma juga menyindir perbaikan data KPM yang lambat baru berjalan 40 persen, juga rencana penyaluran lewat Bank DKI yang gagal. Risma mengatakan ia pernah mengirimkan staf untuk membantu perbaikan data itu.
Sejak awal menjabat sebagai Mensos, Risma sudah meminta kepala daerah untuk cepat memperbaiki data penerima bansos.
Tetapi katanya, tidak semua kepala daerah bergerak cepat dan aktif ihwal bansos. Mantan Wali Kota Surabaya itu membandingkan lambatnya perbaikan data KPM di DKI dengan salah satu kabupaten di Papua yang sudah memperbaiki 100 persen data KPM untuk tahun 2021.
Baca juga : Dinar Candy Ditangkap Polisi, Ini Kronologi dan Lokasi Demonstrasi Pakai Bikini
ZEFANYA APRILIA | LANI DIANA WIJAYA | FAJAR PEBRIANTO