Begini Modus Korupsi Wali Kota Bekasi Rahmat Effendi
Reporter
Antara
Editor
Juli Hantoro
Jumat, 7 Januari 2022 16:46 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK telah menetapkan Wali Kota Bekasi Rahmat Effendi sebagai tersangka kasus korupsi pengadaan barang dan jasa serta lelang jabatan di Pemkot Bekasi, Jawa Barat.
Selain Rahmat Effendi ada 8 orang tersangka lainnya yaitu, Sekretaris Dinas Penanaman Modal dan PTSP M Bunyamin (MB), Lurah Jati Sari Mulyadi (MY), Camat Jatisampurna Wahyudin (WY), Kepala Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman Kota Bekasi Jumhana Lutfi (JL), Direktur PT ME Ali Amril (AA), pihak swasta Lai Bui Min (LBM), Direktur PT KBR Suryadi (SY), serta Camat Rawalumbu Makhfud Saifudin (MS).
Ketua KPK Firli Bahuri kemudian mengungkap modus Rahmat Effendi menggangsir uang miliaran rupiah yang membuatnya kini dibui.
"Kami ingin sampaikan terkait konstruksi perkara yang masih dalam satu kesatuan dengan tangkap tangan para pelaku dugaan tindak pidana korupsi berupa penerimaan sesuatu oleh penyelenggara negara atau yang mewakilinya terkait pengadaan barang dan jasa serta lelang jabatan di Pemerintah Kota Bekasi," ujar Firli dalam jumpa pers di Gedung KPK, Jakarta, Kamis, 6 Januari 2022.
Menurut Firli, kasus korupsi ini terjadi pada masa anggaran pendapatan belanja daerah atau APBD Kota Bekasi 2021. Dalam APBD Perubahan 2021, Pemkot Bekasi menetapkan belanja modal ganti rugi tanah dengan nilai total anggaran sebesar Rp 286,5 miliar.
Ganti rugi tanah itu adalah pembebasan lahan sekolah di wilayah Kecamatan Rawalumbu senilai Rp 21,8 miliar. Selain itu ada juga pembebasan lahan Polder penanggulangan banjir 2021 senilai Rp 25,8 miliar dan lahan Polder Air Kranji senilai Rp 21,8 miliar. Ada pula ganti rugi lain dalam bentuk tindakan melanjutkan proyek pembangunan gedung teknis bersama senilai Rp 15 miliar.
Sebelumnya Rahmat Effendi menginginkan agar pembangunan polder air untuk mengatasi banjir luapan Kali Cakung itu selesai pada 2021. Ia mengatakan sebagai solusi jangka panjang mengurangi debit banjir rutin yang melanda wilayahnya adalah membangun tangkapan air buatan di sekitar aliran sungai.
"Atas proyek-proyek tersebut, tersangka RE selaku Wali Kota Bekasi periode 2018-2022 diduga menetapkan lokasi pada tanah milik swasta dan melakukan intervensi dengan memilih langsung para pihak swasta yang lahannya akan digunakan untuk proyek pengadaan dimaksud serta meminta untuk tidak memutus kontrak pekerjaan,” kata Firli Bahuri.
Sebagai bentuk komitmen, Rahmat Effendi diduga meminta sejumlah uang kepada pihak yang lahannya diganti rugi oleh Pemkot Bekasi. Dalam meminta uang itu, pria yang akrab dsapa Pepen itu menggunakan sebutan untuk sumbangan masjid.
Uang itu diberikan kepada orang-orang kepercayaan Rahmat Effendi, yaitu JL dan WY. JL diketahui telah menerima uang sejumlah Rp4 miliar dari LBM. Sementara WY menerima uang sejumlah Rp3 miliar dari MS, dan Rp100 juta dari SY mengatasnamakan sumbangan ke salah satu masjid yang berada di bawah yayasan milik keluarga Rahmat Effendi.
Duit Kutipan Jabatan....
<!--more-->
Selain dari proyek ganti rugi lahan itu, Rahmat Effendi juga menerima sejumlah uang dari beberapa pegawai Pemerintah Kota Bekasi. "Sebagai pemotongan terkait posisi jabatan yang diembannya di Pemerintah Kota Bekasi," ujar Firli.
Duit kutipan tersebut diduga digunakan politikus Golkar itu untuk operasionalnya sebagai Wali Kota. Adapun pengelola uang tersebut adalah MY, dan pada saat operasi tangkap tangan masih tersisa Rp 600 juta.
Tak cuma itu, korupsi yang dilakukan Rahmat Effendi juga menyasar pengurusan proyek dan tenaga kerja kontrak di Pemkot Bekasi. Pepen diduga menerima Rp 30 juta dari AA melalui MB.
Atas konstruksi tersebut, dari 9 tersangka, KPK menetapkan 4 orang sebagai pemberi suap, yaitu Direktur PT ME Ali Amril (AA), pihak swasta Lai Bui Min (LBM), Direktur PT KBR Suryadi (SY), serta Camat Rawalumbu Makhfud Saifudin (MS).
Kemudian, 5 orang penerima suap adalah Rahmat Effendi, Sekretaris Dinas Penanaman Modal dan PTSP M Bunyamin (MB), Lurah Jati Sari Mulyadi (MY), Camat Jatisampurna Wahyudin (WY), dan Kepala Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman Kota Bekasi Jumhana Lutfi (JL).
Atas perbuatannya, tersangka selaku pemberi disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001.
Sementara itu, tersangka sebagai penerima, yakni Rahmat Effendi dan kawan-kawan disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a dan Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 atau Pasal 12 huruf f serta Pasal 12 B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001.
Wakil Wali Kota Bekasi Tri Adhianto menyatakan rasa prihatin dan sedih atas penangkapan Rahmat Effendi.
"Tentunya ini ada rasa prihatin dan sedih, ini terjadi di Kota Bekasi," kata Wakil Wali Kota Bekasi, Tri Adhianto kepada wartawan, Kamis, 6 Januari 2022.
Baca juga: Dari Lurah hingga Kepala Dinas Ikut Terjaring dalam OTT Wali Kota Bekasi