Dua Pemuda di Depok Jadi Korban Pembacokan Saat Ambil Uang 'Jimpitan', Uang Apa Itu?
Reporter
Tempo.co
Editor
Andry Triyanto Tjitra
Sabtu, 8 April 2023 09:20 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Dua Pemuda di Sawangan, Depok, menjadi korban pembacokan orang tidak dikenal saat hendak mengambil uang jimpitan di rumah-rumah warga sekaligus untuk membangunkan warga untuk sahur sekitar pukul 02.30 WIB pada Jumat, 7 April 2023 kemarin.
Akibat pembacokan itu, Sultan, salah seorang korban, mengalami luka serius di belakang telinga dan lengan tangan kiri. Sultan langsung dibawa ke Rumah Sakit Arafig untuk mendapatkan perawatan. Peristiwa itu juga kini tengah diselidiki Polsek Bojongsari, Depok.
Namun pertanyaan yang kini tersisa adalah soal uang jimpitan. Sebenarnya apa itu uang jimpitan? Berikut penjelasannya.
Uang jimpitan
Istilah uang jimpitan ternyata masih tetap eksis di saat ini. Padahal, menurut Ahli Budaya Jawa Prapto Yuwono, jimpitan adalah salah satu bentuk menabung di desa yang tujuannya sekadar mengganti jasa ronda.
‘Jimpit’ berasal dari bahasa Jawa yang artinya mengambil sedikit dengan tiga ujung jari. “Jempol, telunjuk dan jari tengah,” papar Prapto seperti dikutip dari Indonesia.go.id pada Sabtu, 8 April 2023.
Dahulu tradisi jimpitan kerap dilakukan saat ronda malam. Warga biasanya menaruh beras dalam jumlah sedikit wadah dan meletakkannya di depan rumah. Di malam hari, petugas ronda mengambil beras-beras tersebut sebagai pengganti jasa ronda.
Asal muasal jimpitan
Istilah jimpitan masih menjadi misteri. Banyak versi mengenai asal muasal istilah tersebut. Namun ditengarai, tradisi ini lahir sejak warga desa di Jawa memiliki kesadaran untuk tinggal berkelompok dengan warga lain yang sama-sama memiliki kesulitan ekonomi pada masa penjajahan Belanda.
Berdasarkan hasil penelitian Prapto, jimpitan sering dilakukan di berbagai pelosok desa di Jawa Tengah. “Hasil penelitian saya di desa Mojolaban dan Lawean membuktikan ini,” tegas Prapto.
Selanjutnya: Penghapus Kesenjangan Sosial
<!--more-->
Penghapus Kesenjangan Sosial
Selain sebagai pengganti jasa ronda, beras yang telah dikumpulkan juga ada yang dibagikan kepada warga kurang mampu.
Masih menurut laman Indonesia.go.id, tingginya inflasi kerap membuat jurang pemisah semakin lebar. Pada era 1960-1965, inflasi yang berkisar dari 20 hingga 694 persen merupakan bencana bagi masyarakat.
Harga barang kebutuhan pokok naik. Rakyat prasejahtera kesulitan membeli barang-barang kebutuhan pokok. Akan tetapi, jimpitan menjadi penyelamat. Jimpitan beras membuat rakyat prasejahtera bisa mendapatkan beras secara cuma-cuma. Dengan tradisi ini, rakyat prasejahtera jelas terbantu.
Tak melulu beras
Penghimpunan dana ala jimpitan berupa beras kemudian berganti ke uang. Dana jimpitan dikumpulkan lantas dikelola sendiri untuk membangun desa.
Jimpitan juga diklaim mampu menyelamatkan warga yang tidak dapat mengakses layanan keuangan. Itu sebabnya banyak orang menyebut jimpitan sebagai kearifan lokal yang mesti dipertahankan. Apalagi tradisi ini juga sejalan dengan konsep gotong royong di Tanah Air.
RICKY JULIANSYAH | ANDRY TRIYANTO
Pilihan Editor: Bangunkan Orang Sahur, Dua Pemuda di Sawangan Depok Jadi Korban Pembacokan
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.