Putusan Hakim PTUN Dinilai Tak Komprehensif dan Langgengkan Pelanggaran Wali Kota Depok
Reporter
Ricky Juliansyah
Editor
Zacharias Wuragil
Selasa, 12 September 2023 20:35 WIB
TEMPO.CO, Depok - Tim advokasi SDN Pondok Cina 1 menilai majelis hakim Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Bandung tidak membuat pertimbangan secara komprehensif saat memutuskan menolak gugatan terhadap Pemerintah Kota Depok dalam persidangan, Senin 11 September 2023. Tim menunjuk tiga objek gugatan dan dalil-galil yang diuraikan para penggugat yang tak dipertimbangkan secara menyeluruh tersebut.
Itu terlihat pada amar putusan yang pada pokoknya menyatakan bahwa objek dalam gugatan berbeda dari objek dalam upaya administratif yang dilayangkan oleh para penggugat kepada Wali Kota Depok pada Januari 2023 lalu. "Dengan adanya perbedaan tersebut, Majelis Hakim menilai bahwa para penggugat belum melakukan upaya administratif sebelum mengajukan gugatan," kata anggota tim advokasi orang tua murid SDN Pondok Cina 1, Ikhsan Luthfi Wibisono, Selasa, 12 September 2023.
Padahal, kata Ikhsan, perlu dipahami bahwa dalam upaya keberatan administratif, para penggugat pada pokoknya meminta Wali Kota Depok untuk menghentikan praktik pemusnahan aset secara sewenang-wenang atau penggusuran SDN Pondok Cina 1. Para penggugat meminta wali kota mencabut dan membatalkan persetujuan alih fungsi SDN Pondok Cina 1 menjadi masjid yang tidak sesuai peruntukannya, serta meninjau ulang rencana merger atau regrouping SDN Pondok Cina 1.
"Permintaan para penggugat tersebut kemudian juga didalilkan secara lebih rinci dalam objek gugatan, sehingga secara faktual tidak terdapat perbedaan substansi antara objek yang diminta para penggugat dalam upaya administratif dengan objek gugatan," kata Ikhsan menuturkan.
Diterimanya eksepsi bahwa gugatan prematur membuat pokok perkara yang didalilkan, serta bukti yang dihadirkan para penggugat, menjadi tidak dipertimbangkan majelis hakim. Ikhsan menilai itu telah mencederai rasa keadilan bagi para penggugat. Alasannya, keyakinan dalam fakta persidangan mereka dapat dengan terang membuktikan bahwa objek gugatan yang dilakukan tergugat bertentangan dengan peraturan perundang-undangan dan Asas-asas Umum Pemerintahan yang Baik.
"Pelanggaran dapat dilihat dari penerbitan Keputusan Tata Usaha Negara (KTUN) oleh Wali Kota Depok yang tidak didasarkan pada kajian yang komprehensif dan tidak dilakukan secara partisipatif dengan melibatkan serta mengakomodir aspirasi para penggugat," kata Ikhsan.
Ditambahkannya, pemindahan guru ke SDN Pondok Cina 3 dan SDN Pondok Cina 5 yang dilakukan Wali Kota Depok juga telah membuat kegiatan belajar mengajar di SDN Pondok Cina 1 menjadi terganggu dan berakibat pada menurunnya nilai serta prestasi siswa-siswi sekolah itu. "Para penggugat juga dapat membuktikan bahwa serangkaian upaya pemusnahan aset yang dilakukan oleh Wali Kota Depok telah berdampak pada siswa-siswi SDN Pondok Cina 1 yang mengalami trauma dan distres, sebagaimana dibuktikan dari hasil pemeriksaan psikologi dari Fakultas Psikologi Universitas Indonesia," ujarnya.
Baca halaman berikutnya alasan tindakan Wali Kota Depok tidak sah menurut tim advokasi
<!--more-->
Alasan Tindakan Wali Kota Depok Disebut Tidak Sah
Ikhsan menjelaskan, tindakan Wali Kota Depok tidak berdasar dan tidak sah karena tidak memberikan kesempatan kepada para penggugat untuk didengar dan dipertimbangkan pendapatnya sebelum menerbitkan dua SK. Keduanya perihal Persetujuan Pengalihan Status Penggunaan Barang Milik Daerah dan perihal Persetujuan Pemusnahan Bangunan SDN Pondok Cina 1.
Selain itu, Wali Kota Depok juga dianggap keliru dalam mengutip ketentuan peraturan perundang-undangan yang dijadikan sebagai konsiderans dalam surat keputusannya itu. Hal lain yang menunjukkan bahwa tindakan yang dilakukan Wali Kota Depok tidak berdasar dan tidak sah adalah karena menurut ketentuan dalam Permendagri 19/2016, alih fungsi dan pemusnahan aset hanya dapat dilakukan terhadap barang milik daerah yang tidak digunakan.
"Sehubungan dengan itu, dengan tidak berdasar dan tidak sahnya Keputusan Tata Usaha Negara (KTUN) yang diterbitkan Wali Kota Depok, maka dalam batas penalaran yang wajar, tindakan yang dilakukan dalam hal ini upaya pemusnahan aset pada 11 Desember 2022 merupakan tindakan yang tidak berdasar dan seharusnya dapat dinyatakan sebagai perbuatan melawan hukum," katanya.
Pelanggaran atas Hak Pendidikan
Terakhir, Ikhsan mengungkapkan, Wali Kota Depok telah melanggar hak atas pendidikan siswa SDN Pondok Cina 1 lewat regrouping secara sepihak. Siswa-siswi SDN Pondok Cina 1 terpaksa untuk pindah ke SDN Pondok Cina 3 dan SDN Pondok Cina 5 untuk dapat mengikuti kegiatan belajar mengajar.
Terlebih, tutur Ikhsan, regrouping yang dilakukan tidak dibarengi persiapan ruang kelas memadai. Ini dibuktikan dari tidak tersedianya ruang kelas di SDN Pondok Cina 3 dan SDN Pondok Cina 5 yang dapat digunakan oleh siswa-siswi SDN Pondok Cina 1. "Hal tersebut tentu berdampak pada jam pelajaran yang menjadi berkurang, sehingga pembelajaran tidak dapat berjalan dengan maksimal," ujar Ikhsan.
Selain itu, pelanggaran hak atas pendidikan yang dilakukan Wali Kota Depok juga dapat dilihat dari pemindahan guru SDN Pondok Cina 1 ke SDN Pondok Cina 3 dan SDN Pondok Cina 5 yang dilakukan dalam rangka regrouping sebagai rangkaian atas upaya pemusnahan aset SDN Pondok Cina 1. Pemindahan guru tersebut berdampak pada penelantaran siswa-siswi SDN Pondok Cina 1 dan peran para guru digantikan oleh orang tua siswa dan relawan.
"Atas hal-hal tersebut, terang kiranya bahwa Wali Kota Depok telah melanggar hak atas pendidikan siswa-siswi SDN Pondok Cina 1 karena tidak memberikan layanan dan kemudahan, serta menjamin terselenggaranya pendidikan yang bermutu tanpa diskriminasi," kata Ikhsan.
Tim advokasi menyayangkan dan kecewa terhadap keputusan PTUN Bandung, bahkan menilai sikap Majelis Hakim yang turut melanggengkan pelanggaran hak atas pendidikan siswa-siswi SDN Pondok Cina 1. "Tidak hanya itu, tentunya putusan ini akan menjadi preseden buruk dan kemunduran bagi Pengadilan Tata Usaha Negara yang seharusnya dapat menjadi ruang koreksi bagi para pejabat pemerintah yang melakukan perbuatan melawan hukum dan bertindak sewenang-wenang," ucap Ikhsan.
Pilihan Editor: Mahasiswi Bajak Paket Shopee Express, Konsumen Bingung Terima Pesan Paket sudah Sampai Tujuan