Kemendagri Sarankan Bentuk Dewan Aglomerasi setelah Jakarta Jadi DKJ, Ini Alasannya
Reporter
Mutia Yuantisya
Editor
Clara Maria Tjandra Dewi H.
Rabu, 20 Desember 2023 11:35 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) mendorong pembentukan Dewan Kawasan Aglomerasi setelah Jakarta tidak lagi menyandang status sebagai Ibu Kota Negara. DKI Jakarta akan menjadi Daerah Khusus Jakarta (DKJ) pascapindahnya Ibu Kota ke Ibu Kota Nusantara (IKN) di Kalimantan Timur.
Menurut Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian, masalah aglomerasi tidak bisa dihindari karena Jakarta sudah menjadi aglomerasi megapolitan. "Kita semua sudah tahu lah itu, sebelahan rumah, sebelahan KTP, nggak ada batas alam. Ini banyak persoalan yang harus diharmonisasikan antara pemerintahan DKI dengan pemerintahan sekitarnya," katanya dalam diskusi bersama media di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Selasa, 19 Desember 2023.
Sebelumnya, berdasarkan draf Rancangan Undang-Undang atau RUU Kekhususan Jakarta (draf uji publik 2) milik Pemprov (Pemerintah Provinsi) DKI yang diterima Tempo, dalam BAB XI tentang Kawasan Regional Jabodetabek pada Pasal 49 ayat (1) disebutkan bahwa dalam rangka mengkoordinasikan penyusunan dokumen rencana tata ruang dan dokumen perencanaan pembangunan sebagaimana dimaksud dalam pasal 45 ayat (2) dibentuk Dewan Kawasan Jabodetabek.
Menanggapi hal itu, Asisten Pemerintahan Sekretaris Daerah DKI Jakarta Sigit Wijatmoko menyampaikan fungsi pembentukan Dewan Kawasan Jabodetabek dalam RUU Kekhususan Jakarta. Dewan ini bertujuan sebagai wadah untuk bisa menaungi aglomerasi karena layanan tidak hanya sekedar batasan ruang administratif. Kawasan aglomerasi memerlukan suatu wadah untuk bisa menaungi, tidak hanya berbicara pada tataran konsep tapi juga dalam tataran implementatif.
Dalam RUU DKJ yang menjadi usulan inisiatif DPR RI pada Selasa, 5 Desember 2023, disebutkan bahwa rencana pembentukan kawasan aglomerasi untuk menyinkronkan pembangunan dengan daerah sekitar. Kawasan aglomerasi mencakup wilayah DKJ, Kota dan Kabupaten Bogor, Kota Depok, Kota dan Kabupaten Tangerang, Kota dan Kabupaten Bekasi, dan Kabupaten Cianjur (Jabodetabekjur).
Ketentuan tentang kawasan aglomerasi itu termuat pada Bab IX dari Pasal 51 hingga Pasal 60.“Sinkronisasi pembangunan dilakukan melalui sinkronisasi dokumen rencana tata ruang dan dokumen perencanaan pembangunan kementerian/lembaga, provinsi, dan kabupaten/kota yang termasuk dalam cakupan Kawasan Aglomerasi,” bunyi Pasal 51 ayat (3).
Sinkronisasi itu dilakukan dengan menyusun dokumen rencana tata ruang yang menjamin keselarasan pembangunan dan pelayanan di kawasan aglomerasi. Dalam Pasal 53 dijelaskan dokumen itu dituangkan dalam Rencana Induk Pembangunan Kawasan Aglomerasi.
Atas dasar inilah, Mendagri Tito Karnavian menyarankan pembentukan dewan aglomerasi yang dipimpin oleh wakil presiden. "Enggak boleh jalan sendiri-sendiri dan dewan ini sebaiknya, saran kami dibentuk. Nanti kan dibahas lagi, dibentuk dan dipimpin oleh wapres. Kenapa? Karena wapres bisa lintas menko, lintas problem dan ini sudah kita pikirkan dari 2022," ucapnya.
Selain itu, Tito menegaskan bahwa pembentukan dewan aglomerasi ini tidak ada hubungannya dengan pencalonan putra sulung Presiden Jokowi, Gibran Rakabuming Raka sebagai wakil presiden 2024.
Menurut eks Kapolri itu, pada April-Mei 2022, pemerintah sudah menyusun tentang adanya istilah aglomerasi dan dewan yang mengharmonisasi regulasi. Hal ini serupa dengan aglomerasi di Papua. "Jadi bukan baru-baru ini, bukan soal capres-capres ini kan baru, penentuan capres. Istilah aglomerasi dan dewan yang mengharmonisasi mirip seperti di Papua yang di situ juga namanya bukan dewan tapi badan percepatan pembangunan, bukan eksekutor hanya mengharmonisasikan dan mengevaluasi pembangunan di Papua," kata Tito.
Pilihan Editor: Cak Imin Sempat Diprotes Soal Program Bantuan Langsung Bagi Ibu Hamil