Survei KPK: Skor Indeks Integritas Nasional Turun, Risiko Korupsi Semakin Tinggi

Sabtu, 27 Januari 2024 05:59 WIB

Peluncuran hasil Survei Penilaian Integritas (SPI) oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Gedung Juang KPK, Jumat, 26 Januari 2024. TEMPO/Savero Aristia Wienanto

TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) meluncurkan hasil Survei Penilaian Integritas (SPI) 2023. Survei itu berperan untuk mengukur risiko korupsi di suatu lembaga sekaligus langkah untuk memberikan rekomendasi perbaikan sistem pencegat korupsi.

"Kami harap masalah korupsi dapat diselesaikan," kata Wakil Ketua KPK Johanis Tanak saat ditemui wartawan di Gedung Juang KPK, 26 Januari 2024.

Dalam acara itu, KPK mengumumkan bahwa Indeks Integritas Nasional Tahun 2023 memperoleh nilai 70,97. Angka ini, ujar Johanis, lebih rendah daripada tahun sebelumnya yakni 71,94. "SPI 2023 menunjukkan tren penurunan. Secara sederhana dapat dimengerti sebagai semakin tingginya risiko korupsi di Indonesia. Harapan kami, SPI yang berikut tak seperti ini dan akan membaik lagi. Agar korupsi menurun," tuturnya.

Dia menegaskan KPK akan menindaklanjuti hasil survei ini untuk meningkatkan kinerja lembaga antirasuah itu dalam memberangus korupsi. "Kami akan melakukan upaya-upaya sesuai tugas dan melakukan pencegahan (korupsi) ke depannya," ujarnya.

SPI memiliki beberapa aspek yang dapat dinilai transparansi, yakni integritas dalam pelaksanaan tugas, pengelolaan PBJ, pengelolaan SDM, trading in influence, pengelolaan anggaran, dan sosialisasi antikorupsi. Dalam acara itu, hadir pula Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (MenPAN-RB) Abdullah Azwar Anas. "Kami berkoordinasi untuk memperkuat sistem yang dibangun," ucapnya.

Kabupaten Gianyar, Bali menjadi wilayah dengan skor SPI tertinggi pada 2023, yaitu 83. Sedangkan wilayah dengan skor terendah adalah Kabupaten Mamberamo Raya, Papua, yang memperoleh skor 49.

Advertising
Advertising

Berdasarkan kriteria kementerian/lembaga, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menjadi lembaga dengan indeks tertinggi yakni mencapai skor 85. Lembaga yang memperoleh skor SPI adalah Radio Republik Indonesia (RRI). Kantor media pemerintah itu mendapatkan nilai 59.

Dalam data yang dipaparkan, KPK juga menyebut mayoritas pegawai negeri, yakni sebesar 56 persen, menggunakan fasilitas kantor untuk kepentingan pribadi. Padahal sikap itu dilarang.

Area survei SPI 2023 KPK ini melibatkan 639 kementerian/lembaga dan pemerintah daerah. Survei ini total melibatkan 553.321 responden. Survei penilaian integritas mengombinasikan survei online dan tatap muka atau computer assisted personal interview (CAPI). Untuk metode online, KPK menyebar WhatsApp blast dan email blast terhadap responden terpilih dan CAPI di 131 pemda.

Pilihan Editor: MAKI Sebut Jaksa Tetap Bisa Lanjutkan Proses Pengadilan, Apapun Putusan Praperadilan Firli Bahuri

Berita terkait

Surati Jokowi Soal Pansel KPK, Muhammadiyah Sebut Istana Belum Respons

27 menit lalu

Surati Jokowi Soal Pansel KPK, Muhammadiyah Sebut Istana Belum Respons

PP Muhammadiyah belum mendapatkan balasan surat dari Jomowi soal usulan mereka mengenai pembentukan Panitia Seleksi Calon Pimpinan KPK.

Baca Selengkapnya

LHKPN Janggal Eks Kepala Bea Cukai Purwakarta, KPK: Harta Rp 6 Miliar Tapi Bisa Beri Pinjaman Rp 7 Miliar?

4 jam lalu

LHKPN Janggal Eks Kepala Bea Cukai Purwakarta, KPK: Harta Rp 6 Miliar Tapi Bisa Beri Pinjaman Rp 7 Miliar?

KPK telah menjadwalkan pemanggilan eks Kepala Bea Cukai Purwakarta pekan depan untuk mengklarifikasi kejanggalan LHKPN.

Baca Selengkapnya

KPK Geledah Rumah Adik Syahrul Yasin Limpo di Makassar, Setelah Sita 1 Rumah SYL

6 jam lalu

KPK Geledah Rumah Adik Syahrul Yasin Limpo di Makassar, Setelah Sita 1 Rumah SYL

Nilai rumah mewah Syahrul Yasin Limpo yang disita KPK di Makassar tersebut diperkirakan sekitar Rp4,5 miliar.

Baca Selengkapnya

Saksi Sebut Syahrul Yasin Limpo Minta Ditjen Tanaman Pangan Kementan Bayar Lukisan Rp 100 Juta

7 jam lalu

Saksi Sebut Syahrul Yasin Limpo Minta Ditjen Tanaman Pangan Kementan Bayar Lukisan Rp 100 Juta

Permintaan untuk membayar lukisan itu disampaikan oleh eks Staf Khusus (Stafsus) Syahrul Yasin Limpo yaitu Joice Triatman.

Baca Selengkapnya

Nurul Ghufron Kembali Jalani Sidang Etik, Ini Penjelasannya

12 jam lalu

Nurul Ghufron Kembali Jalani Sidang Etik, Ini Penjelasannya

Nurul Ghufron mengatakan besok dia akan kembali menjalani sidang etik dengan agenda pembelaan.

Baca Selengkapnya

KPK Panggil Eks Kepala Bea Cukai Purwakarta Rahmady Effendy Pekan Depan

13 jam lalu

KPK Panggil Eks Kepala Bea Cukai Purwakarta Rahmady Effendy Pekan Depan

Eks Kepala Bea Cukai Purwakarta, Rahmady Effendy, akan menjalani klarifikasi soal LHKPN-nya di KPK pekan depan.

Baca Selengkapnya

Korupsi Rumah Dinas DPR, KPK: Vendor Dapat Keuntungan Secara Melawan Hukum

14 jam lalu

Korupsi Rumah Dinas DPR, KPK: Vendor Dapat Keuntungan Secara Melawan Hukum

KPK memeriksa Indra Iskandar, Sekjen DPR RI, dalam kasus korupsi rumah dinas DPR.

Baca Selengkapnya

Jaksa KPK Lacak Sumber Pembelian Mercedes Benz Sprinter 315 CD Milik Syahrul Yasin Limpo

17 jam lalu

Jaksa KPK Lacak Sumber Pembelian Mercedes Benz Sprinter 315 CD Milik Syahrul Yasin Limpo

Jaksa KPKsedang melacak sumber pembelian mobil Mercedes Benz Sprinter 315 CD hitam milik Syahrul Yasin Limpo (SYL) yang disita oleh penyidik.

Baca Selengkapnya

Setelah Sita Satu Rumah di Jaksel, KPK Kembali Sita Rumah SYL di Makassar Senilai Rp 4,5 Miliar

19 jam lalu

Setelah Sita Satu Rumah di Jaksel, KPK Kembali Sita Rumah SYL di Makassar Senilai Rp 4,5 Miliar

KPK kembali menyita sejumlah aset milik eks Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo atau SYL, kali ini sebuah rumah di Makassar senilai Rp 4,5 miliar.

Baca Selengkapnya

Kemenkeu Berhentikan Kepala Bea Cukai Purwakarta, Berikut Profil Rahmady Effendy dan Kasusnya Soal LHKPN

21 jam lalu

Kemenkeu Berhentikan Kepala Bea Cukai Purwakarta, Berikut Profil Rahmady Effendy dan Kasusnya Soal LHKPN

Kepala Bea Cukai Purwakarta Effendy Rahmady dituduh melaporkan hartanya dengan tidak benar dalam LHKPN. Apa yang membuatnya diberhentikan Kemenkeu?

Baca Selengkapnya