Dewas KPK Tunda Pembacaan Putusan Etik Nurul Ghufron, Ahli Hukum: Tergiring Masuk Jebakan
Reporter
Mutia Yuantisya
Editor
Clara Maria Tjandra Dewi H.
Minggu, 26 Mei 2024 12:13 WIB
![](https://statik.tempo.co/data/2024/05/21/id_1304041/1304041_720.jpg)
TEMPO.CO, Jakarta - Akademisi Ilmu Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM) Herdiansyah Hamzah menilai Dewan Pengawas (Dewas) KPK telah masuk dalam jebakan Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron. Apabila mengedepankan cara berpikir positivistik yang bergantung hanya pada hal-hal yang sifatnya normatif, kata Herdiansyah, Dewas KPK tidak akan bisa melakukan apa-apa selain mengikuti proses di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta.
Dewas KPK tidak bisa menempuh upaya hukum untuk menggugurkan ketetapan putusan sela PTUN. “Dewas tergiring masuk dalam ‘jebakan’ yang dikehendaki Nurul Ghufron,” kata Herdiansyah kepada Tempo, Jumat, 24 Mei 2024.
Menurut dia, seharusnya Dewas KPK lebih keras, apalagi ini hal yang lebih substansial, yaitu prinsip etik yang selama ini dijaga KPK. Mengingat, prosesnya tinggal dibacakan, yang dalam artian putusan PTUN sebenarnya sudah kehilangan objek.
Karena hasil putusan sidang etik Ghufron sudah ada, semestinya Dewas KPK bergeming dengan putusan sela PTUN tersebut. Publik pasti akan memberikan sokongan apabila Dewas KPK melanjutkan perkara Ghufron.
“Perintah putusan sela itu meminta supaya Nurul Ghufron tidak diperiksa dulu, sementara Dewas sudah memutus, sisa membacakan. Objek putusan sela itu hilang,” ujarnya.
Herdiansyah menilai perlu ada pembenahan di PTUN agar kejadian serupa tidak terulang lagi. Dia berkata Hakim PTUN yang mengadili perkara Ghufron harusnya dilaporkan ke Komisi Yudisial.
Menurut dia, putusan sela tersebut ‘aneh bin ajaib’, sarat dengan kepentingan lantaran melabrak prinsip-prinsip peradilan, khususnya alasan putusan sela penundaan yang tidak masuk akal.
Selasa lalu, Dewas KPK menunda pembacaan putusan sidang etik terhadap Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron. Dewas berdalih penundaan itu untuk menaati putusan sela PTUN Jakarta atas gugatan Ghufron terhadap mereka.
"Kesepakatan dari Majelis, maka persidangan kami tunda untuk waktu sampai dengan putusan TUN berkekuatan hukum tetap karena di sini disebut berlaku final dan mengikat," kata Ketua Mejelis Etik Dewas KPK, Tumpak Hatorangan Panggabean pada saat sidang etik, Selasa, 21 Mei 2024.
Tumpak mengaku tidak mengetahui alasan jelas dikeluarkannya putusan sela oleh PTUN. Namun, kata dia, dalam putusan yang dimuat pada Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) keputusan itu dikeluarkan karena alasan mendesak.
Oleh karena itu, Dewas harus menghormati penetapan PTUN meskipun putusan etik Nurul Ghufron atas dugaan penyalahgunaan kekuasaan dalam mutasi ASN di Kementerian Pertanian sudah selesai. Rencananya Dewas akan membacakan putusan tersebut pada Selasa siang. Ghufron selaku terperiksa tidak hadir.
Pilihan Editor: Buron Kasus Pembunuhan Perempuan di Garut Tertangkap di Kalbar, Tersangka Keponakan Korban