TEMPO.CO, Jakarta - Juru bicara Komisi Yudisial, Mukti Fajar Nur Dewata, mengatakan pelaporan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tentang dugaan pelanggaran etiik yang dilakukan majelis hakim yang menangani perkara Gazalba Saleh akan menjadi prioritas. "Karena menjadi perhatian publik," ujar Mukti, Kamis, 27 Juni 2024.
Laporan KPK itu telah ditindaklanjuti oleh tim pengawasan perilaku hakim (Waskim). Adapun pelaporan ini berawal dari putusan majelis di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) yang mengabulkan eksepsi Gazalba atas surat dakwaan Jaksa Penuntut Umum KPK pada 27 Mei 2024. Adapun majelis hakim yang memutus bebas Gazalba dipimpin oleh hakim Fahzal Henri dan dua anggota hakim yakni Rianto Adam Pontoh dan Sukarno. Belakangan, putusan tersebut dibatalkan oleh Pengadilan Tinggi DKI Jakarta yang mengabulkan perlawanan atau verzet dari KPK.
Gazalba ditetapkan sebagai tersangka dalam dugaan penerimaan gratifikasi dan pencucian uang. Langkah KPK untuk menjerat Gazalba bisa dikatakan penuh liku. Sebab tiga kali dia dinyatakan bebas.
Pertama, KPK menetapkannya Gazalba sebagai tersangka pada 28 November 2022. Ia disebut ikut menerima suap untuk memuluskan kasasi pidana pengurus Koperasi Simpan Pinjam Intidana, Budiman Gandi. Namun Pengadilan Tipikor Bandung menjatuhkan vonis bebas kepadanya pada 1 Agustus 2023.
KPK Kembali menjerat Gazalba untuk kasus penyidikan baru. Gazalba ditetapkan menjadi tersangka pada November 2023. Jaksa KPK mendakwa Gazalba terlibat TPPU sekaligus menerima gratifikasi senilai Rp 62,8 miliar dalam kasus pengurusan perkara di Mahakamah Agung.
Pada 31 Juli 2023, Hakim PN Bandung membebaskan Gazalba. Kemudian KPK kembali menetapkannya sebagai tersangka pada 30 November 2023, ia disebut menerima gratifikasi Rp 15 miliar, namun ia kembali diputus bebas pada 27 Mei 2024.