Pegawai Rutan KPK Minta Teman Buka Rekening untuk Tampung Setoran Pungli, Beri Upah Rp 100 ribu
Reporter
Dinda Shabrina
Editor
Iqbal Muhtarom
Senin, 23 September 2024 15:52 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Seorang saksi, Surisma Dewi, mengaku data pribadinya dipakai untuk membuat rekening setoran pungutan liar (pungli) di rumah tahanan (rutan) KPK. Surisma mengatakan ia memberikan data pribadinya dengan sadar dan sukarela kepada temannya yang benama Endang Lestari.
“Waktu itu saya disuruh oleh Bapak Sopian (suami Endang) untuk nama Ubai. Disuruh buka rekening BCA. Diminta melalui istrinya, karena anak saya sama anaknya Endang itu satu sekolah,” kata Surisma saat ditanyai jaksa dalam sidang pemeriksaan saksi kasus pungli rutan KPK di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Senin, 23 September 2024.
Surisma tak mengetahui bahwa rekening yang dibuat atas nama dirinya ternyata digunakan untuk menampung setoran uang pungli di rutan KPK. Dia menjelaskan alasannya mau memenuhi permintaan temannya itu lantaran Sopian dan Endang Lestari itu telah membantu pengobatan ayahnya. Sehingga di tahun 2019 lalu, saat diminta membuat rekening, ia langsung mengiyakan.
“Saya utang budi saja. Karena waktu itu bapak Sopian pernah membantu pengobatan bapak saya,” katanya.
Dia juga menceritakan soal proses pembuatan rekening tersebut. Surisma ditemani Endang pergi ke bank. Surisma diberi uang Rp 500 ribu untuk setoran awal pembuatan rekening. Setelah rekening berhasil dibuat, buku tabungan atas nama Surisma itu diberikan langsung kepada Endang.
“Setelah itu saya diberi uang Rp 100 ribu untuk ongkos,” ucapnya.
Di hadapan hakim, Surisma juga mengungkapkan bahwa ia mengenal Sopian sebagai orang yang bekerja di KPK. Namun, ia tak mengetahui pasti pekerjaan Sopian di KPK sebagai apa.
Di ruang sidang tersebut, terdapat terdakwa kasus pungli di rutan KPK Sopian Hadi. Namun, Surisma mengatakan ia tak mengenal sosok Sopian Hadi tersebut.
“Saya tidak mengenal (Sopian Hadi) itu. Saya hanya kenal Sopian, suami Endang itu. Orangnya bukan itu,” ungkap Surisma.
Pilihan Editor: Kejagung Belum Panggil Mukti Juharsa, Komjak: Penyidik Punya Alasan