Komnas HAM Terkejut Gaji Pensiunan Kemenlu Belum Dibayarkan Selama 51 Tahun
Reporter
Dede Leni Mardianti
Editor
Febriyan
Kamis, 10 Oktober 2024 22:11 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) mengaku terkejut dengan laporan yang dilayangkan Forum Lintas Angkatan Pensiunan Kementerian Luar Negeri (FLAPK) pada Kamis, 10 Oktober 2024. FLAPK mengadu soal gaji pokok dalam negeri mereka yang belum dibayarkan oleh Kemenlu selama 51 tahun.
“Baru kali ini kita mendapat pengaduan seperti ini. Cukup mengejutkan sih, ini terjadi di kementrian yang cukup besar,” ungkap Anis Hidayah selaku Ketua Tim Penilaian HAM, Kamis, 10 Oktober 2024.
Setelah menerima aduan ini, Anis menyatakan pihaknya akan melakukan analisis terlebih dahulu mengingat ini merupakan kasus baru. Setelah itu, menurut dia, mereka akan menentukan apakah kasus ini akan ditangani dengan cara mediasi atau pemantauan. Menurutnya, besar kemungkinan kasus ini akan dilimpahkan ke mediasi.
“Jadi Komnas HAM bisa mempertemukan kedua belah pihak untuk mendudukan persoalannya. Yang kemudian nanti bisa berakhir dengan kesepakatan bersama,” kata Anis.
Ia juga menyatakan Komnas HAM akan tetap mengeluarkan rekomendasi yang haru ditindaklanjuti oleh semua pihak, termasuk jika kasus ini berakhir dengan kesepakatan melalui mediasi. “Suatu rekomendasi untuk ditindak lanjuti, seperti dalam kasus ini, ya berarti kementerian luar negeri.” ucap Anis.
Soal berapa nominal uang yang harus dibayarkan, Anis mengaku belum menerima jumlah pastinya. “Belum disampaikan kepada kami, nanti bisa ditanyakan ke Kemenlu ya. Kalau tidak salah itu sejak 1951 dan baru ada perubahan itu tahun 2013, jadi ya kira-kira cukup besar itu,” tuturnya.
Sebelumnya, rombongan FLAPK menyambangi Kantor Komnas HAM. Ketua FLAPK, Kusdiana, menyatakan mereka hanya ingin mendapatkan haknya berupa gaji pokok yang tak dibayarkan Kemenlu saat mereka bertugas di luar negeri pada periode 1961-2012.
“Nah, selama di luar negeri kami hanya mendapat tunjangan, Sementara gaji pokok di dalam negeri yang seharusnya menurut undang-undang itu dibayarkan, ternyata sejak tahun 1961 itu tidak dibayarkan” ucap Kusdiana pada Rabu, 9 Oktober 2024.
Kusdiana menjelaskan penahanan gaji itu bermula saat negara mengalami krisis keuangan pada tahun 1950. Saat itu, pemerintah mengeluarkan Surat Edaran Sekretaris Jenderal atas nama Menteri Luar Negeri Nomor 015690 tanggal 16 Oktober 1950 soal Surat Keterangan Penghentian Pembayaran (SKPP). “Akan tetapi pada saat itu situasi negara masih dalam keadaan darurat, sehingga kami tidak menjadi persoalan buat kami.” tuturnya.
Namun, Kusdiana menyebut keputusan ini berstatus sementara dan hanya berlaku sampai dengan munculnya peraturan definitif. Sehingga, kata Kusdiana, seharusnya peraturan itu tak lagi berlaku setelah diterbitkannya Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1961 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kepegawaian. Konsekuensinya, menurut dia, kebijakan penghentian gaji itu harus dihentikan secara otomatis dan Kemenlu harus membayarkan semua hak para pegawai, berupa gaji pokok yang sempat ditahan.
Kuasa Hukum FLAPK, Viktor Santoso Tandiasa, mengatakan Kemenlu sempat menerbitkan Berita Rahasia Nomor R-05604/KEMLU/140702 tentang Penjelasan atas Pembayaran Gaji Dalam Negeri bagi Home Staff yang Bertugas pada Perwakilan RI di Luar Negeri. Berita itu tertanggal 02 Juli 2014.
“Pegawai negeri sipil kementerian luar negeri yang ditugaskan dan berangkat ke luar negeri sebelum tanggal 1 Januari 2013 tetap tidak mendapat hak atas pembayaran gaji pokok dalam negerinya,” kata Viktor soal isi berita rahasia itu.
Juru Bicara Kemenlu, Roy Soemirat, menyatakan pihaknya belum bisa memberikan tanggapan soal aduan para pensiunan ini. “Akan coba koordinasikan dan kumpulkan info terlebih dahulu,” ucap Roy saat dimintai tanggapan terkait laporan ini pada Kamis, 10 Oktober 2024.