Akui Hukuman Mati Melanggar HAM, Kejaksaan Agung: Dalam Keadilan Harus Memilih
Reporter
Ervana Trikarinaputri
Editor
Ahmad Faiz Ibnu Sani
Jumat, 11 Oktober 2024 10:01 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Kejaksaan Agung menanggapi kritik Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) yang menyebut hukuman mati sebagai bentuk pelanggaran hak asasi manusia atau HAM.
Koordinator Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Agung, I Made Sudarmawan, menyampaikan bahwa negara berkewajiban melindungi kepentingan masyarakat luas. Maka dari itu, lembaga penegak hukum pun perlu menjalani hukum yang berlaku, salah satunya melalui pelaksanaan pidana mati.
“Negara harus melindungi kepentingan yang lebih banyak daripada kepentingan individu, seperti itu pertimbangannya,” ucap Sudarmawan dalam acara peluncuran laporan KontraS mengenai situasi hukuman mati di Indonesia yang digelar di Cikini, Menteng, Jakarta Pusat, pada Kamis, 10 Oktober 2024.
“Di dalam keadilan itu harus memilih,” kata dia. Sudarmawan tak menampik bahwa pidana mati merupakan bentuk pelanggaran HAM, tetapi ia berkukuh bahwa kejaksaan hanya menjalani mandat undang-undang yang berlaku.
Menurutnya, pelanggaran HAM boleh dilakukan selama itu dilakukan tanpa melanggar hukum.
Hingga kini, regulasi yang mengatur tentang pidana mati masih diberlakukan di Indonesia. Namun, pemerintah telah mengubah rumusan pidana mati dalam UU No. 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Berbeda dari KUHP lama yang menempatkan pidana mati sebagai pidana pokok, regulasi ini mengubah status pidana mati menjadi pidana khusus yang selalu diancamkan secara alternatif.
“Baik rezim KUHP lama maupun rezim KUHP baru tetap menghendaki adanya hukuman mati, itu dulu yang harus kita pegang,” tutur Sudarmawan.
Ia mengklaim, peraturan mengenai pidana mati ini merupakan manifestasi kedaulatan rakyat. “Di mana rakyat yang menghendaki adanya regulasi seperti itu,” katanya.
Sementara itu, Sudarmawan kembali menekankan, negara berhak memberikan perlindungan hukum untuk kepentingan publik dengan cara melaksanakan pidana mati, selama ketentuan mengenai hukuman mati ini masih diatur dalam undang-undang yang berlaku. “Ada sifat-sifat di mana manusia ini tidak akan bisa diperbaiki lagi, dan yang dilindungi itu adalah kepentingan yang jauh lebih besar,” kata dia.
Pada kesempatan yang sama, KontraS menyoroti situasi hukuman mati yang masih berlaku di Indonesia. Koordinator Badan Pekerja KontraS, Dimas Bagus Arya, mengatakan bahwa dalam pelaksanaan hukuman mati, negara telah melakukan pembunuhan berencana. “Hukuman mati merupakan salah satu praktik pembunuhan berencana yang dilegalkan oleh negara,” tutur Dimas.
Menurutnya, penghormatan hak hidup bagi warga negara sebagai hak yang tidak bisa dikurangi justru tak dijalani. “Kontradiksinya ada sejumlah kebijakan yang ternyata masih diskriminatif dan pada akhirnya mengurangi hak hidup masyarakat atau warga negara Indonesia,” katanya.
Pilihan Editor: Kasus Pemerkosaan dan Pembunuhan Siswi SMP di Palembang, Begini Kata Orangtua Pelaku Soal Tuntutan Hukuman Mati