KPK Periksa 3 Saksi dalam Korupsi Pengadaan Lahan Rorotan
Reporter
Mutia Yuantisya
Editor
Febriyan
Selasa, 22 Oktober 2024 16:49 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa tiga saksi kasus dugaan korupsi pengadaan lahan untuk Program DP Nol Rupiah di Kelurahan Rorotan, Kecamatan Cilincing, Jakarta Utara. Ketiga saksi adalah Mohammad Hanief Arie Setianto (MHAS) dan Bima Priya Santosa (BPS) selaku karyawan swasta serta Yurisca Lady Enggrani (YLE) selaku notaris.
"Pemeriksaan dilakukan pada Senin, 21 Oktober di Gedung Merah Putih Jakarta," kata Juru Bicara KPK Tessa Mahardhika Sugiarto dalam keterangan resmi, Selasa, 22 Oktober 2024.
Tessa menyatakan penyidik memeriksa ketiga saksi tersebut untuk mendalami kronologis dan peran mereka dalam pembelian tanah Rorotan, Jakarta Utara.
KPK sebelumnya telah menetapkan lima orang tersangka dalam kasus dugaan korupsi pengadaan lahan di Rorotan ini. Kelima tersangka itu adalah mantan Direktur Utama Perusahaan Daerah Pembangunan Sarana Jaya (Perumda Sarana Jaya) Yoory Corneles Pinontoan (YCP); Senior Manager Divisi Usaha atau Direktur Perumda Sarana Jaya, Indra S. Arharrys (ISA); Direktur Utama PT Totalindo Eka Persada (TEP) Donald Sihombing (DNS); Komisaris PT TEP Saut Irianto Rajagukguk (SIR); dan Direktur Keuangan PT TEP Eko Wardoyo (EKW).
Selain itu, KPK juga telah mengajukan larangan bepergian ke luar negeri terhadap 11 orang dalam kasus ini, 1 diantaranya adalah warga negara asing (WNA). Sepuluh orang WNI yang dicekal oleh KPK adalah: ZA (swasta), MA (karyawan swasta), FA (wiraswasta), NK (karyawan swasta), DBA (Manager PT CIP dan PT KI), PS (Manager PT CIP dan PT KI), JBT (Notaris), SSG (Advokat), LS (wiraswasta), M (wiraswasta).
KPK sebelumnya menemukan adanya dugaan penggelembungan harga atau mark up dalam pengadaan lahan untuk program pembangunan rumah DP Nol persen itu. Menurut penelusuran KPK, Perumda Sarana Jaya menggandeng PT Totalindo Eka Persada untuk pengadaan lahan di Rorotan.
Perumda Sarana Jaya, menurut KPK, membayar Rp 3,2 juta per meter persegi kepada PT Totalindo Eka Persada. Nilai itu lebih tinggi dari harga pasaran tanah di sana sebesar Rp 2 juta per meter persegi. KPK juga menyatakan pembelian lahan Rorotan ini dilakukan tanpa adanya kajian yang memadai.