Kejati DKI Jakarta Tetapkan Eks Panitera PN Jakarta Timur Tersangka Dugaan Suap
Reporter
Ervana Trikarinaputri
Editor
Febriyan
Rabu, 30 Oktober 2024 21:02 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Kejati DKI Jakarta menahan eks panitera Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Timur, Rina Pertiwi dalam kasus dugaan suap. Suap itu berhubungan dengan eksekusi sita uang senilai Rp 244,6 miliar milik PT Pertamina dalam sengketa tanah di Jl Pemuda, Rawamangun, Jakarta Timur.
Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejati DKI Jakarta, Syahron Hasibuan, mengatakan penahanan terhadap Rina dilakukan pada Rabu, 30 Oktober 2024. “Tersangka RP, yang berperan sebagai panitera di Pengadilan Negeri Jakarta Timur pada 2020-2022, diduga menerima suap sebesar Rp.1 miliar dari terpidana AS,” kata Syahron dalam keterangan resmi pada Rabu.
Syahron menjelaskan, uang tersebut diberikan untuk mempercepat proses eksekusi atas Putusan Perkara Peninjauan Kembali Nomor 795.PK/PDT/2019. Dalam putusan itu, PT Pertamina (Persero) diharuskan membayar ganti rugi sebesar Rp 244.604.172.000 kepada ahli waris pemilik tanah, yakni Ali Sofyan.
Uang suap itu diberikan melalui saksi Dede Rahmana dalam bentuk cek. Atas perintah Rina, cek itu kemudian dicairkan dan diserahkan secara bertahap, baik melalui transfer maupun tunai.
Atas perbuatannya, Rina dijerat Pasal 11 dan Pasal 12B Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Kejati DKI Jakarta menahan RP di Rumah Tahanan (Rutan) Negara Kelas I Pondok Bambu selama 20 hari ke depan.
Kasus ini bermula dari konflik antara PT Pertamina dengan seorang bernama Ali Sofyan soal lahan sekitar 1,2 hektare di Jl Pemuda Rawamangun, Jakarta Timur. Dia atas lahan itu, Pertamina membangun Maritime Training Center (MTC) seluas sekitar 4 ribu meter persegi, Stasiun Pengisian Bahan Bakar Gas (SPBG) seluas 4 ribu meter persegi dan 20 (dua puluh) unit rumah dinas.
Ali Sofyan mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri Jakarta Timur pada tahun 2014. Dia mengaku sebagai pemilik lahan itu dengan bukti Verponding Indonesia No. C 178, Verponding Indonesia No. C 22 dan Surat Ketetapan Padjak Hasil Bumi No. 28. Ali mengaku tanah itu merupakan warisan dari ayahnya, A. Supandi. Ali memenangkan gugatan itu dari tingkat pertama sampai Peninjauan Kembali pada 2019. Putusan itu kemudian memerintahkan Pertamina membayar ganti rugi sebesar Rp 244,6 miliar kepada Ali Sofyan.
PN Jaktim kemudian melakukan penyitaan terhadap uang milik PT Pertamina di sebuah rekening untuk mengeksekusi putusan tersebut. Pada 2022, Kejati DKI Jakarta menetapkan Ali Sofyan sebagai tersangka soal gratifikasi terhadap Rina. Ali pun dinyatakan bersalah oleh Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada Juli 2023.