Pengamat: Pembangunan 6 Tol Dalam Kota Perburuk Jakarta
Minggu, 22 Agustus 2010 13:18 WIB
TEMPO Interaktif, Jakarta -Rencana pembangunan enam jalan tol dinilai tidak akan menyelesaikan persoalan kemacetan Jakarta. Pengamat tata kota Universitas Trisakti Yayat Supriyatna mengatakan pembangunan jalan tol itu akan menciptakan setumpuk persoalan baru. "Pembangunan jalan tol itu berarti memanjakan pengguna mobil pribadi. Masyarakat akan terpacu untuk memiliki kendaraan pribadi dari pada mengendarai angkutan umum," kata Yayat hari ini. Padahal, persoalan utama kemacetan saat ini karena banyaknya pengguna kendaraan pribadi.
Rencana pembangunan jalan tol itu akan berbenturan dengan upaya pemerintah saat ini dalam mengalihakan kebiasaan masyarakat yang menggunakan kendaraan pribadi ke angkutan umum. "Jika itu dipaksakan, mestinya baru dilakukan pada saat sistem angkutan massal di Jakarta sudah benar-benar tertata," kata Yayat. Seharusnya, tol dibangun setelah Mass Rapid Transit Jakarta sudah ada, busway sudah berjalan baik, dan budaya lebih memilih naik angkutan umum dari pada kendaraan pribadi sudah terbangun kuat di masyarakat Jakarta.
Menurut Yayat, sistem trasportasi massal di Jakarta masih belum memadai. Pertumbuhan jumlah kendaraan pribadi masih tinggi. Transportasi Jakarta diperkirakan terancam stagnasi pada 2012 karena pertumbuhan jumlah kendaraan pribadi tidak dibatasi. "Pembangunan jalan tol jangan dulu dilakukan karena hanya akan mempercepat terjadinya stagnasi itu," katanya.
Yayat menyarankan semestinya pemerintah berkaca pada penanganan kemacetan di negara lain, seperti Korea. "Korea mengatasi kemacetan dengan membongkar jalan tol dalam kota dan membangun sistem transportasi massal yang baik, Jakarta justru sebaliknya."
Selain itu pembangunan jalan tol dalam kota dipastikan akan merombak struktur ruang Ibu Kota. Karena struktur ruang akan sangat dipengaruhi jaringan jalan. "Pembangunan jalan tol akan mengubah pola pemanfaatan ruang dan tanah karena pembangunan akan mengikuti jaringan jalan," katanya.
Menurut Yayat, usul pembangunan 6 jalan tol itu sebenarnya muncul pada 2002 saat konsep sistem pembangunan transportasi massal di Jakarta dibahas. Namun pada saat itu ditolak dengan pertimbangan sistem transportasi massal di Ibu Kota belum memadai, sehingga pembangunan jalan tol justru akan menambah masalah. Selain itu penolakan juga didasarkan pada belum masuknya rencana pembangunan jalan tol itu dalam rencana tata ruang kota.
Pemerintah DKI Jakarta berencana akan membangun 6 ruas jalan tol dalam kota dengan model elevated atau jalan susun. Diperkirakan, tender fisik akan dibuka akhir tahun ini. Pembangunan ruas tol diharap bisa mengimbangi pesatnya pertumbuhan angka kendaraan bermotor dengan pertumbuhan jalan yang ada di Jakarta.
Enam jalan tol yang akan dibangun itu dibagi dalam empat tahap. Tahap pertama, dibangun dua ruas jalan tol yakni, Koridor Semanan-Sunter sepanjang 17,88 kilometer dengan nilai investasi Rp 9,76 triliun dan Koridor Sunter-Bekasi Raya sepanjang 11 kilometer dengan nilai investasi Rp 7,37 triliun.
Tahap kedua, akan dibangun dua ruas jalan tol yaitu Koridor Duri Pulo-Kampung Melayu sepanjang 11,38 kilometer dengan nilai investasi Rp 5,96 triliun. Kemayoran-Kampung Melayu sepanjang 9,65 kilometer dengan investasi Rp 6,95 triliun.
Kemudian tahap ketiga akan dibangun ruas jalan tol dalam kota Koridor Ulujami-Tanah Abang sepanjang 8,27 kilometer dengan nilai investasi Rp 4,25 triliun. Tahap keempat dibangun ruas jalan tol dalam kota Koridor Pasar Minggu-Casablanca sepanjang 9,56 kilometer dengan investasi Rp 5,71 triliun. Keseluruhannya, total investasi pembangunan enam koridor ruas Jalan Tol dalam Kota Jakarta sebesar Rp 40,02 triliun dengan total panjang 67,74 kilometer.
AGUNG SEDAYU