TEMPO.CO, Jakarta - Anggota Dewan Pengupahan Jakarta dari unsur pengusaha, Sarman Simanjorang, mengatakan setidaknya ada 60 pengusaha garmen berencana mengajukan penundaan pembayaran upah minimum povinsi. "Mereka semua keberatan jika diharuskan membayar upah pekerja sebesar Rp 2,2 juta per bulan," kata Sarman di sela-sela acara Sarasehan Kebutuhan Daging Sapi 2013 di Hotel Borobudur pada Jumat, 23 November 2012.
Sarman mengatakan, industri garmen merupakan jenis industri yang sensitif dengan kenaikan upah pekerja. Penyebabnya, industri garmen termasuk padat karya dan komponen upah dalam total biaya produksinya termasuk salah satu komponen termahal.
"Sebelum UMP Jakarta dan Tangerang naik menjadi Rp 2,2 juta, komponen upah sudah menjadi salah satu komponen ongkos produksi termahal. Bisa mencapai 35-38 persen dari total ongkos produksi," kata Sarman. Dengan kenaikan upah ini, kata dia, komponen upah bisa menjadi lebih dari 40 persen dari total biaya produksi.
Hal tersebut, kata dia, tentu sangat membebani para pengusaha garmen. Mereka harus menanggung kenaikan ongkos produksi yang sangat tinggi, tanpa diiringi perbaikan infrasruktur industri agar biaya produksi turun.
"Mereka juga meminta kami mengeluarkan usaha garmen sebagai industri yang masuk dalam daftar upah minimum sektoral," kata Sarman. Berdasarkan Peraturan Gubernur DKI Jakarta 2011 mengenai upah minimum provinsi, industri garmen merupakan satu dari industri yang harus mengikuti aturan upah minimum sektoral.
Industri yang termasuk daftar industri upah minimum sektoral wajib membayar upah pekerjanya 20 persen di atas UMP. Dengan demikian, pengusaha garmen wajib membayar upah pekerjanya lebih tinggi 20 persen dari UMP atau bisa mencapai Rp 2,6 juta per pekerja per bulan.
"Angka yang cukup berat mengingat jumlah pekerja di 60 perusahaan itu bisa mencapai 80-100 ribu pekerja," kata dia. Hal itulah yang menyebabkan pelaku usaha garmen meminta penundaan pembayaran upah sesuai UMP dan dikeluarkan dari daftar upah minimum sektoral. "Jika tidak dipenuhi, mereka mungkin berpikir ulang untuk berusaha di Jakarta dan memilih membuka industri di tempat lain," kata Sarman.
Pekan lalu Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menetapkan UMP Jakarta sebesar Rp 2,2 per bulan. Angka itu mendapatkan tanggapan positif dari buruh dan tanggapan negatif dari pengusaha.
RAFIKA AULIA
Berita Terpopuler
Dahlan Iskan Larang Pertamina Gantikan BP Migas
Menteri Jero Wacik Lecehkan Jurnalis, AJI Protes
Budi Mulya Terseret Century, Begini Sikap BI
Gencatan Senjata Israel- Hamas Dongkrak Saham AS
Di Sini, Premium Dijual Rp 40 Ribu per Liter
Aviliani: Penentuan Upah Bukan Hak Pemerintah Daerah