Pengendara mendorong motornya menerobos pembatas jalan untuk menghindari jalan macet di Kawasan Tanah Abang, Jakarta (20/02). Tempo/Dian Triyuli Handoko
TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama mengungkapkan alasan rumitnya persoalan di sekitar Tanah Abang. Di antaranya terkait dengan banyaknya troli saat perusahaan ekspedisi melakukan bongkar-muat. Pegawai perusahaan ekspedisi itu mengganggu lalu lintas karena sering bolak-balik mengangkut barang.
"Di sana itu banyak sekali troli ekspedisi tidak mau masuk ke dalam," katanya di Balai Kota, Rabu, 7 Mei 2014. Menurut dia, mereka cenderung melakukan bongkar-muat di depan jalan sehingga membuat kemacetan lalu lintas. "Jadi yang terjadi rumah-rumah di sekitar situ berkembang menjadi perusahaan ekspedisi."
Namun, menurut Ahok, pemerintah DKI masih sulit mengatasi persoalan tersebut. Pasalnya, aktivitas semacam itu telah berjalan puluhan tahun. "Mereka juga telah beroperasi selama 20-30 tahun," katanya. Untuk itu, dia berencana mempersiapkan trotoar khusus untuk berjalan dan lokasi troli. "Jadi ada solusi, disertai juga penegakan hukum."
Penegakan hukum, kata Ahok, tetap penting untuk mengatasi masalah tersebut. Misalnya, penilangan terhadap pelanggar hukum. Namun, dia melanjutkan, hukuman tilang sulit memberi efek jera karena harus melalui hakim. "Kami sudah minta hakim memberi denda maksimal, tapi hakim lihat muka (pelangggar hukum) kasihan, tidak jadi kasih denda maksimal. Namanya hukuman itu kan untuk memberikan efek jera," katanya.
Selain persoalan troli, kerumitan kawasan Tanah Abang juga dipicu oleh pengunjung yang sering menyeberang sembarangan. "Terus jalan-jalan kecil alternatifnya juga diduduki pedagang," kata Ahok. "Kami mau cari akal bagaimana caranya kalau ada orang nyebrang sembarangan biar kita tahan KTP-nya."