TEMPO.CO, Jakarta - Pelaksana Tugas Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama meminta kepada inspektorat agar lebih ketat dalam memeriksa Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBD) 2014. Jika ada pegawai negeri sipil dari inspektorat turut bermain, ia tak segan-segan bakal memutasi pegawai itu.
"Kalau ada pejabat struktural yang nakal, maka akan langsung 'distafkan.' Sampai dia insyaf, baru balik lagi," ujar Ahok di Balai Kota, Senin, 23 Juni 2014. (Baca: Hasil Audit BPK, Kado Ulang Tahun buat Jokowi)
Ahok mengapresiasi kinerja Badan Pemeriksa Keuangan dalam mengaudit. BPK, menurut dia, sekarang bekerja lebih teliti dibanding sebelumnya. "Sekarang aset surat dan dokumen saja diperiksa oleh mereka," katanya.
Ia mencontohkan kasus di Dinas Pekerjaan Umum. Dari dulu, Dinas PU selalu mengambil 1 persen dari jatahnya di APBD. "Bendahara juga dikasih insentif. Ada honor. Itu sudah dari dulu. Sekarang BPK menganggap ini temuan. Dana sudah dikembalikan sebelum Mei. Tidak apa-apa BPK sekarang lebih terperinci, lebih bagus."
Contoh lain, soal Kampung Deret. Menurut dia, temuan BPK soal ini biasa saja. "Itu kecerobohan pelaporan mungkin dari lurah atau camat yang minta kami setujui. Tapi setelah dianggarkan diperiksa suratnya lebih mendalam lagi, ternyata bukan milik mereka (penghuni sebenarnya). Kalau bukan milik mereka, ya kami enggak jadi bangun."
Oleh sebab itu, ujarnya, anggaran Kampung Deret dimasukkan ke sisa lebih penggunaan anggaran (silpa). "Daripada salah, lebih baik kita tahan," kata dia. Misalnya, bila kawasan kumuh akan dibangun menjadi Kampung Deret, pihaknya akan memeriksa status tanahnya terlebih dahulu. "Kalau ada yang mengadu itu sengketa bagaimana, harus lebih cepat. Kalau nanti ada masalah ya kami stop, jadi silpa."
Di hari jadinya ke-487, Jakarta mendapat kado pahit dari BPK. Temuan BPK atas APBD DKI 2013 menunjukkan ada 86 proyek yang ganjil sehingga berpotensi merugikan daerah dengan nilai total Rp 1,54 triliun. (Baca: BPK Temukan Potensi Kerugian DKI Rp 1,54 Triliun)
Temuan itu terdiri atas temuan berindikasi kerugian daerah Rp 85,36 miliar, potensi kerugian daerah Rp 1,33 triliun, kekurangan penerimaan daerah Rp 95,01 miliar, dan 3E (tidak efektif, efisien, dan ekonomis) alias pemborosan Rp 23,13 miliar. Temuan-temuan yang mencolok pada era Gubernur Jokowi itu terdapat di Dinas Pendidikan, Dinas Pekerjaan Umum, Dinas Perumahan, dan Dinas Perhubungan.
ERWAN HERMAWAN
Berita utama
Fadli Zon Persoalkan Kompas dan Tempo
Hari Ini, Ada Foto Risiko Merokok di Kemasan
Akil Mochtar Minta Kewarganegaraan Dicabut