Sejumlah warga melakukan pengecekan beras asli atau beras sintetis saat membeli beras di Pasar Induk Beras Cipinang, Jakarta, 21 Mei 2015. Dengan cara mencium aroma dan melihat bentuk fisik beras, salah satu cara yang dilakukan warga untuk menghindari peredaran beras sintetis dipasaran. TEMPO/Subekti
TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia Tulus Abadi mengatakan masalah beras plastik belum selesai meski Kepolisian RI telah menyatakan negatif berdasar uji laboratorium.
"Harusnya ada juga komitmen untuk mengungkap dalang pengedar plastik, apa motifnya dan siapa pula otaknya," kata Tulus, Rabu, 27 Mei 2015.
Menurut dia, hal tersebut penting untuk diketahui. Apalagi jika dikaitkan dengan pengawasan di lapangan. "Bagaimanapun ini merupakan bentuk lemahnya pengawasan pemerintah terhadap distribusi di lapangan," ujarnya.
Isu beras plastik mulai heboh ketika ada seorang warga yang melaporkan temuan tersebut di Bekasi. Laboratorium Sucofindo, Cikarang, kemudian melakukan pengecekan dan menyatakan ada unsur plastik pada beras yang ditemukan warga itu. Namun hasil berbeda diperoleh setelah beras tersebut diperiksa Badan Pengawas Obat dan Makanan serta Kepolisian. Beras dinyatakan tak mengandung senyawa plastik.
Kepolisian pun menyebutkan ada kemungkinan saat pemeriksaan itu ada alat yang terkontaminasi plastik sehingga hasilnya positif. Menanggapi itu, Tulus menilai pemerintah dan aparat terlalu menyederhanakan persoalan. "Sucofindo bukan lembaga kemarin sore dalam persoalan ini," tuturnya.
Tulus mendesak agar otak dan motif dari beredarnya beras plastik itu diungkap Kepolisian. Isu ini telah membuat masyarakat tak tenang, bahkan pedagang beras merasakan efek turunnya omzet.