Anggota DPRD DKI Jakarta, Mohamad Sanusi, saat menjalani sidang perdana Pengadilan Tipikor, Jakarta, 24 Agustus 2016. Dalam sidang tersebut jaksa membacakan dakwaan yang menjadikan Sanusi tersangka. TEMPO/Eko Siswono Toyudho
TEMPO.CO, Jakarta - Terdakwa dugaan suap reklamasi Pantai Jakarta, Mohamad Sanusi meluruskan berita acara pemeriksaan yang menyebut dirinya berkomunikasi dengan staf khusus Gubernur Ahok, Sunny Tanuwidjaja, sebanyak dua kali. "Tepatnya tiga kali saya bicara dengan Sunny," kata dia dalam sidang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Senin, 5 September 2016.
Menurut dia, percakapannya dengan Sunny tidak membahas soal kontribusi tambahan. Tiga percakapannya membahas soal rapat paripurna Raperda yang tiga kali gagal karena tidak kuorum. Selain itu, keduanya juga bicara soal hak guna bangunan (HGB) atas hak pengelolaan (HPL).
Mantan politisi Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) itu menyatakan pendekatan yang baik kepada anggota fraksi diperlukan agar sidang paripurna bisa mencapai kuorum. Namun yang terjadi sebaliknya. Sanusi menilai tidak ada pendekatan yang baik dari Pemda Jakarta ke anggota DPRD. "Jadi saya yakin tidak kuorum," kata dia.
Dalam persidangan, Sunny yang mendapat pertanyaan dari penasihat terdakwa, membantah bila Sanusi mempunyai niatan untuk mengganjal agar paripurna tidak kuorum. Alasannya, kata Sunny, tidak ada pembicaraan soal menggagalkan paripurna dari Sanusi.
Lebih lanjut, Sunny menuturkan sudah kenal lama dengan Sanusi. Menurut dia, Sanusi sosok yang tahu betul mengenai Raperda reklamasi. Sanusi juga sering datang ke kantornya untuk memberikan masukan tentang banyak hal. "Saya pahami dia (Sanusi) mengerti dibanding yang lain (soal Raperda)," ucapnya.
Sidang lanjutan dugaan kasus suap pembahasan Raperda reklamasi Jakarta menghadirkan keterangan empat saksi dan terdakwa Sanusi. Namun dalam perjalanan hanya dua saksi yang hadir, yaitu Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama dana Sunny Tanuwidjaja.