Pemerintah Beri Kesempatan 3 Gereja Parungpanjang Urus Izin
Editor
Suseno TNR
Senin, 6 Maret 2017 20:07 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah Kabupaten Bogor menyatakan keberadaan tiga gereja di Perumahan Griya Parungpanjang telah menyalahi aturan. Sebab, pengurus gereja tidak memiliki izin peruntukan. "Sesuai dengan aturan, itu jelas melanggar. Sebab, selain tidak memiliki izin, ada alih fungsi rumah tempat tinggal menjadi tempat ibadah," ucap Kepala Seksi Wastindakbang Kantor Kesatuan Bangsa dan Politik Kabupaten Bogor Toto S., Senin, 6 Februari 2017.
Toto mengatakan, saat ini, pemerintah belum menyegel tiga gereja itu karena alasan kemanusiaan. "Kami bukan tidak berani menyegel, tapi karena ibadah merupakan kebutuhan manusia, makanya kita kesampingkan penyegelan. Apalagi jemaatnya sangat banyak yang mencapai ratusan," ujarnya.
Menurut Toto, pemerintah memberikan kesempatan kepada pengurus tiga gereja itu untuk mengurus semua perizinan. Namun lokasi gereja harus dipindah karena lingkungan di sekitarnya sudah padat, sehingga tidak memungkinkan adanya tempat ibadah. "Silakan pengurus memproses perizinan dan mencari lokasi baru untuk membangun gereja," ujarnya.
Baca: Tak Ber-IMB, Gereja di Parung Panjang Terancam Disegel
Jika pengurus gereja berkeras bertahan di Perumahan Griya Parungpanjang, tutur Toto, kendalanya sangat banyak. Sebab, site plan tempat itu hanya untuk tempat tinggal. Selain itu, pengurus harus mengantongi izin gangguan dan lingkungan masyarakat setempat untuk mendapatkan izin mendirikan bangunan (IMB). Syarat ini pasti tidak bisa dipenuhi karena saat ini sudah ada penolakan dari penduduk.
Tiga gereja yang ditolak warga Parungpanjang adalah Gereja Katolik, Gereja Metodhist Indonesia, dan Gereja Huria Kristen Batak Protestan (HKBP). Camat Parungpanjang Edi Mulyana menuturkan tiga gereja tersebut sudah lama ditolak masyarakat karena bangunan yang dijadikan untuk tempat ibadah itu berada di tengah permukiman penduduk.
Baca: Penolakan Gereja di Parungpanjang, Begini Penjelasan Camat
Selama ini, kata Edi, pemilik rumah tidak pernah meminta izin kepada masyarakat sekitar untuk menjadikan rumahnya sebagai gereja. "Tahun 2014 pun sudah diprotes warga dan sempat ada kesepakatan untuk menghentikan kegiatan. Namun mereka sendiri yang melanggar," ujar Edi.
Sebagai bentuk protes, masyarakat akhirnya memasang sejumlah spanduk penolakan terhadap keberadaan gereja.
M. SIDIK PERMANA