Maruli hanya menyebutkan bahwa selain upaya preemtif, Dinas Perhubungan DKI juga telah melakukan langkah pencegahan. Mulai dari pemasangan spanduk larangan parkir di pintu stasiun, hingga permitaan kepada Go-Jek dan Grab agar mendirikan shelter penjemputan penumpang. “Peran Dishub hanya memfasilitasi,” ujarnya.
Tiga tahun lalu, persoalan ini sempat menjadi perhatian dari Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama. Kala itu, Ia pernah mengancam akan bertindak keras terhadap ojek online.
“Kami pasti menangkap mereka. Kami akan memberikan ‘kartu kuning’ ke pengelolanya. Lama-lama, kami mencoret mereka lalu mati sendiri karena tidak memiliki aplikasi lagi,” kata Basuki, yang kerap disapa Ahok, di Balai Kota pada Rabu, 7 Oktober 2015.
Puluhan ojek online dan bajaj parkir di jalur sepeda Jalan Melawai Raya, Jakarta Selatan, Jumat, 13 Juli 2018. Tempo/Imam Hamdi
Ancaman itu tak membuat kebiasaan mangkal pengemudi ojek online hilang. Pada Minggu, 22 Juli 2018, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan sempat meminta kepada para pengemudi ojek online yang sering mangkal di kawasan Sudirman-Thamrin dan kawasan perkantoran lainnya untuk menghilangkan kebiasaan itu. “Pemilik usaha ojek online juga mulai pikirkan tempat untuk transit dan penjemputan,” kata Anies di Jakarta.
Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta saat itu, Andri Yansyah sebenarnya telah menawarkan satu solusi. Ia meminta kepada operator agar mematikan aplikasi ojek online di kawasan tertentu. Permintaan ini berdasarkan temuan banyak pengemudi ojek berbasis aplikasi kerap melanggar aturan. “Jadi menyebabkan kemacetan lalu lintas“ ujar Andri kepada Tempo Sabtu 7 Juli 2018.
Lalu pada November 2018, giliran Kementerian Perhubungan yang ikut bersuara. Kepala Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ) Kemenhub Bambang Prihartono khusus menyoroti kondisi pintu masuk dan keluar stasiun yang sangat berantakan karena ojek online yang bergerombol menunggu penumpang. Dia pun meminta operator aplikasi ojek online segera berkoordinasi dengan PT Kereta Api Indonesia (KAI) terkait masalah ini.
Walau demikian, kemacetan akibat kebiasaan ini tetap terjadi sampai sekarang. Salah satunya di Jalan Palmerah Timur, di depan Stasiun Palmerah. Di sana, beberapa pengemudi ojek online mangkal di pinggir jalan di bawah jembatan turun dan naik ke stasiun. Kondisi ini menyumbang kemacetan di jalan tersebut ketika pagi dan sore hari.
Kondisi yang sama juga terjadi di Stasiun Rawa Buntu, Tangerang Selatan, Banten. Dari pantauan Tempo pada 12 Maret 2019, puluhan pengemudi ojek online dari Go-Jek maupun Grab mangkal memenuhi sebagian jalan. Lokasi tersebut menjadi area bagi pengemudi ojek online menunggu penumpang yang turun dari stasiun.
Simak pula :
Ini Rencana MRT Jakarta untuk Penumpang Pengguna Ojek Online
Country Director Institute for Transportation and Development Policy (ITDP) Indonesia, Yoga Adiwinarto, menilai penertiban terhadap kebiasaan ojek online sampai saat ini belum menunjukkan perkembangan yang berarti, Kebiasaan yang dimaksud tak hanya mangkal di pinggir jalan atau pintu stasiun, tapi juga parkir di atas trotoar.
"Belum (terlihat perbaikan), masalahnya daya tawar perusahaan ojek online ini besar sekali, dengan iming-iming bahwa mereka membantu perekonomian Indonesia, dengan korban ruang jalan yang disiksa," kata Yoga saat dihubungi di Jakarta, Senin, 11 Maret 2019.