TEMPO.CO, Jakarta - Budawayan Betawi, Saiful Amri, mengungkapkan ada makna sakral di balik perayaan Lebaran Betawi yang mulai memudar, Makna sakral itu adalah pelaksanaan syariat agama berupa puasa Syawal selama enam hari setelah Idul Fitri.
Amri, pada Senin, menjelaskan, dua hari setelah lebaran Idul Fitri biasanya orang Betawi melaksanakan puasa Syawal selama enam hari. Setelah selesai melaksanakan puasa tersebut, barulah orang-orang Betawi merayakan lebaran untuk kedua kalinya yang kemudian dikenal sebagai Lebaran Betawi.
"Jadi memang seminggu setelah lebaran resmi, masih banyak orang yang saling berkunjung ke rumah saudara yang dikenal sebagai Lebaran Betawi. Tentunya waktu itu masih banyak orang Betawi di Jakarta. Seiring waktu banyak warga yang tergusur, maka atas inisiatif Gubernur Fauzi Bowo diadakanlah acara Lebaran Betawi yang hingga saat ini sudah yang ke-12 kali dilaksanakan," jelas Amri.
Amri berharap perayaan Lebaran Betawi tidak sekadar ajang formalitas menampilkan berbagai kebudayaan Betawi tetapi juga tetap mengedepankan makna sakral dari puasa Syawal yang dijalankan sebelumnya.
"Puasa Syawal itu lebih berat godaannya dibandingkan dengan puasa Ramadan. Sayangnya zaman sekarang mungkin banyak yang melupakan inti dari perayaan Lebaran Betawi yang menyiratkan pelaksanaan puasa Syawal," katanya.
Tahun ini, Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta memusatkan kegiatan perayaan Lebaran Betawi di Lapangan Silang Monas selama tiga hari yang puncaknya pada Minggu (21/7).
Pemprov DKI menggelar perayaan Lebaran Betawi dengan tujuan memperkuat persaudaraan warga Jakarta. Tak ketinggalan, sekaligus melestarikan berbagai kesenian dan makanan khas Betawi.