TEMPO.CO, Jakarta - Pengamat transportasi Institut Studi Transportasi (Instra) Deddy Herlambang menyatakan bahwa perluasan ganjil-genap berpotensi besar tidak memperbaiki kualitas udara. Menurut dia, kebijakan tersebut hanya efektif untuk mengurai kemacetan saja.
"Kalau jumlah kendaraan tetap, polusi udara tetap sama," kata Deddy di Jakarta, Kamis.
Ia menuturkan aturan ganjil- genap memang efektif untuk mengurai kemacetan dan menurunkam volume kepadatan lalu lintas, tapi aturan ini tidak menjamin berkurangnya volume kendaraan yang melintas di jalan- jalan Ibu Kota.
"Mereka (pengendara mobil) yang biasa berangkat siang jadi berangkat pagi, atau bisa jadi yang biasanya pergi di jam ganjil-genap jadi pergi lebih mundur," ujar Deddy.
Selain itu, kemungkinan lainnya pengendara yang mobilnya tidak sesuai dengan aturan ganjil- genap mencari jalan alternatif atau jalan tikus.
Deddy menyarankan dibandingkan mempercepat aturan perluasan ganjil- genap lebih baik Dinas Perhubungan DKI Jakarta segera mengatur tarif parkir dan pajak tinggi untuk kendaraan bermotor baik itu roda dua maupun roda empat guna mengurangi penggunaan kendaraan pribadi.
Sebelumnya Gubernur Anies Baswedan optimis perluasan ganjil genap akan membuat kualitas udara di DKI Jakarta membaik. Hal itu, menurut dia, telah terbukti pada saat pergelaran Asian Games 2018.
Kebijakan perluasan ganjil genap merupakan salah satu langkah yang akan diambil Pemda DKI Jakarta untuk mengurangi polusi udara. Kebijakan tersebut tercantum dalam Instruksi Gubernur Nomor 66 Tahun 2019 soal Pengendalian Pencemaran Udara yang ditandatangani Gubernur Anies Baswedan pekan lalu.
Kebijakan itu muncul setelah muncul kekhawatiran terhadap kualitas udara di ibu kota. Dalam beberapa waktu terakhir DKI Jakarta sempat menempati posisi puncak sebagai kota besar dengan polusi udara terburuk di dunia.