TEMPO.CO, Jakarta - Tempo bertanya acak ke lima warga di Jakarta tentang isu revisi UU KPK oleh DPR dan pemerintah. Lima dipilih mewakili kalangan menengah di antaranya mahasiswa dan karyawan swasta.
Seluruhnya ternyata memiliki pandangan sama yakni menolak rencana revisi UU KPK. Mereka berharap Presiden Joko Widodo tegas menolak dengan tak menunjuk menterinya membahas revisi UU itu bersama DPR RI.
"Saya tidak setuju, sangat tidak setuju," ujar Aprilia saat ditemui sedang belanja di kawasan Mangga Dua Square, Jakarta Utara, Senin, 9 September 2019.
Aprilia paham kalau revisi UU KPK saat ini justru akan banyak melemahkan KPK dan mengganggu independensi komisi pemberantas rasuah itu. Dia malah berharap KPK lebih dikuatkan lagi.
Pandangan serupa diberikan seorang karyawan swasta ditemui di kawasan yang sama. Dia menolak namanya dikutip namun lantang menyatakan, "Presiden harus bisa tegas menghalau upaya-upaya pelemahan KPK."
Owena, seorang pekerja di sebuah lembaga swadaya masyarakat (LSM) malah sampai bersedih. Menurutnya jika sampai direvisi menuruti kehendak DPR RI, upaya pemberantasan korupsi di Indonesia akan menjadi lebih berat.
Pegawai KPK menutup lambang KPK sebagai bentuk protes terhadap revisi UU Nomor 30 Tahun 2002, Jakarta, Ahad, 8 September 2019. TEMPO/M Rosseno Aji
"Baiknya revisi UU KPK ditinjau kembali dengan melibatkan unsur masyarakat, seperti LSM yang memang punya fokus terhadap pemberantasan korupsi," katanya.
Bahkan Anggie, seorang mahasiswi, juga ikut resah. Dia menyoroti keinginan pembentukan Dewan Pengawas yang di antaranya berperan untuk mengekang penyadapan. "Tidak setuju," katanya.
Seorang karyawati swasta, Catharina (25), memberi pendapatnya bahwa revisi UU KPK merupakan kemunduran dan bisa membuat korupsi di Indonesia semakin meningkat. KPK, kata dia mengingatkan, adalah lembaga independen dan seharusnya tetap begitu.
MUH HALWI | MARVELA