TEMPO.CO, Jakarta - Kejaksaan Tinggi Negeri DKI Jakarta menggelar sidang jarak jauh dengan menggunakan sarana video conference atau Vicon. Upaya itu dilakukan di tengah pandemi Corona dan mendukung penerapan social distancing untuk mencegah penularan virus Corona.
"Jaksa dan hakim tetap berada di pengadilan, terdakwa tidak perlu hadir di pengadilan cukup di Rutan saja. Komunikasi dilakukan melalui sarana Vicon," kata Kasipenkum Kejati DKI Jakarta, Nirwan Nawawi, dalam keterangan tertulis, Kamis, 26 Maret 2020.
Nirwan menjelaskan untuk pertama kalinya sidang acara persidangan biasa (APB) menggunakan layanan Vicon dilakukan oleh Kejaksaan Negeri Jakarta Utara bersama dengan Pengadilan Negeri Jakarta Utara, dan rumah tahanan (Rutan) Cipinang pada Selasa 24 Maret 2020. Menurut dia, Kejaksaaan Negeri Jakarta Selatan dan untuk tiga wilayah Kejaksaan Negeri lainnya di wilayah hukum DKI Jakarta juga akan segera menerapkan langkah serupa.
Ia menyebut sidang jarak jauh ini merupakan terobosan peradilan secara elektronik atau E-court yang telah dikembangkan oleh Mahkamah Agung. "Sidang E-court yang saat ini dilaksanakan untuk agenda tuntutan dan putusan yang penahanannya tidak dapat diperpanjang," kata Nirwan.
Menurut Nirwan, pelaksanaan sidang jarak jauh sesuai dengan instruksi Jaksa Agung yang disampaikan pada 24 Maret 2020 bersama seluruh Kepala Kejaksaan Tinggi se-Indonesia.
Instruksi ini dilakukan sebagai langkah pencegahan penyebaran virus Corona di lingkungan peradilan dengan menerapkan social distancing measure atau physical distancing. Penggunaan teleconference di peradilan, lanjut Nirwan, pernah dilakukan pada tahun 2002.
Mahkamah Agung pertama kali memberikan izin kepada mantan Presiden BJ Habibie (Alm) untuk memberikan kesaksian dalam kasus penyimpanan dana non-budgeter Bulog atas nama terdakwa Akbar Tanjung. "Mantan Presiden BJ Habibie memberikan kesaksian lewat teleconference," kata Nirwan. Pemeriksaan saksi melalui teleconference juga pernah dilakukan dalam kasus Abu Bakar Ba'asyir pada tahun 2003.
Nirwan menyebutkan sidang jarak jauh selama masa tanggap darurat bencana non alam atau pandemi virus Corona memiliki landasan yuridis yakni mengacu pada asas keselamatan rakyat. Asas tersebut merupakan hukum tertinggi (salus populi suprema lex esto) sebagaimana Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) No. 1 tahun 2020 tanggal 23 Maret 2020.
Nirwan juga menyebutkan ada enam peraturan perundang-undangan yang mengatur sidang teleconference. Aturan itu ialah UU Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2003. UU Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang, UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
Lalu UU Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika dan UU No. 9 tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pendanaan Terorisme. "Yang keenam, UU No. 11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak," kata Nirwan.