TEMPO.CO, Jakarta - Sekretaris Jenderal Perkumpulan Ahli Lingkungan Indonesia (Indonesian Environmental Scientists Association/IESA), Dr Lina Tri Mugi Astuti, memperingatkan risiko penambahan limbah infeksius atau limbah medis selama pandemi Corona. Studi kasus di Cina, negara pertama yang mengalami wabah Corona, menunjukkan ada penambahan limbah medis dari 4.902,8 ton menjadi 6.066 ton per hari.
Menurut Lina, hal serupa bisa terjadi di Indonesia. Berdasarkan perhitungan jumlah pasien terinfeksi dan limbah medis di Cina, menurut dia, setiap pasien bisa menyumbang 14,3 kg limbah per hari saat wabah.
Meski limbah medis bukan sepenuhnya berasal dari pasien, tapi juga dari tenaga medis yang menangani pasien, angka itu bisa menjadi gambaran kasar potensi limbah medis selama pandemi Corona. "Kita bisa bayangkan bagaimana di Indonesia," kata Lina.
Peningkatan volume limbah medis sudah terjadi di RSPI Sulianti Suroso Jakarta. Rumah sakit tersebut merupakan rujukan nasional untuk penanganan COVID-19.
Pada Januari 2020 RSPI Sulianti Saroso mengolah 2.750 kg limbah medis dan alat pelindung diri menggunakan insinerator. Memasuki Maret 2020, dimana rumah sakit mulai menangani pasien Corona, limbah medis yang masuk ke insinerator meningkat tajam menjadi sekitar 4.500 kg.
Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (PERSI) pun khawatir dengan potensi infeksi dari limbah medis yang tidak dikelola dengan baik dan kemungkinan ada pihak tidak bertanggung jawab yang ingin mencari keuntungan dari peningkatan volume limbah medis. Anggota Kompartemen Manajemen Penunjang PERSI, Muhammad Nasir, menyatakan kekhawatiran tersebut terkait dengan pemanfaatan kembali limbah medis berupa alat pelindung diri (APD), seperti baju pelindung dan masker bedah.
"Jenis limbah APD yang dihasilkan dari pasien COVID-19 ini potensi selain infeksi, juga ada potensi dimanfaatkan kembali secara ilegal oleh orang-orang tidak bertanggung jawab," kata Nasir. Ia juga mengingatkan tentang potensi limbah medis dari penanganan pasien Corona menjadi sumber penyebaran virus di lingkungan rumah sakit atau daerah tujuan pengangkutan limbah medis dari fasilitas pelayanan kesehatan.
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) telah mengeluarkan surat edaran mengenai pengelolaan limbah infeksius, termasuk limbah dari penanganan pasien Corona. Surat yang diteken Menteri Siti Nurbaya pada 24 Maret 2020 itu menyatakan limbah medis infeksius perlu dikelola sebagai limbah B3 sekaligus untuk mengendalikan dan memutus penularan Corona.
Dalam penanganan, limbah harus disimpan dalam kemasan yang tertutup paling lama dua hari sejak dihasilkan. Lalu limbah tersebut dibakar dengan insinerator atau diolah menggunakan autoclave yang dilengkapi pencacah. Residu harus dikemas dalam kontainer khusus dengan simbol "beracun" sebelum diserahkan kepada pengelola limbah B3.
Khusus untuk limbah rumah tangga yang di dalamnya ada orang dalam pemantauan (ODP), keluarga harus mengumpulkan sampah masker, sarung tangan, dan baju pelindung diri serta menempatkannya dalam wadah tertutup. Sampah medis tersebut harus dipisahkan dengan sampah lain dan mesti diangkut untuk dimusnahkan di fasilitas pengolahan limbah B3. Sementara orang sehat yang memakai masker selama pandemi Corona, setelah selesai maka masker dipotong dan dikemas rapi sebelum dibuang ke tempat sampah.