TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Gubernur DKI Jakarta, Ahmad Riza Patria, mengatakan hanya satu persen dari total data penerima bantuan sosial (bansos) yang bermasalah. Dia menyebut ada 1,2 juta warga yang masuk dalam pendataan awal. Masalah data ini sebelumnya membuat penyaluran bansos tidak tepat sasaran.
"Kurang lebih satu persen tapi kan itu sudah diperbaiki," kata Riza saat dihubungi, Jumat, 1 Mei 2020. Menurut dia, petugas RT dan RW menemukan sejumlah persoalan saat memverifikasi data. Misalnya, pegawai rumah tangga seperti pembantu dan supir mencantumkan alamat atasannya sebagai domisili.
Paket bantuan sosial pun lantas dikirim ke rumah orang yang yang tidak membutuhkan dari pemerintah DKI. "Karyawan, pembantu, dan supir banyak yang menggunakan alamat majikannya," ucap Wagub DKI.
Kasus lain adalah warga yang ditemui sudah pindah alamat atau meninggal. Dengan begitu, petugas lapangan tak bisa memverifikasi data pemerintah DKI.
Riza memperkirakan pengurus RT dan RW tetap memasukkan data yang belum diverifikasi untuk diserahkan ke Pemerintah DKI. Alhasil, data yang sudah dan belum diverifikasi bercampur. Padahal, tambah dia, pemerintah DKI menentukan jumlah bantuan sosial pada data tersebut. "Sehingga waktu sembako turun ke bawah (warga) ada yang istilahnya datanya invalid," tuturnya.
Pemprov DKI menyalurkan bansos sejak 9 April 2020 atau sehari sebelum Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) diberlakukan. Gubernur DKI Anies Baswedan sebelumnya menyampaikan bantuan menyasar warga miskin dan rentan miskin yang terdampak pandemi Corona.
Selama proses distribusi bantuan sosial masih ada warga yang mampu, seperti memiliki pekerjaan atau tinggal di rumah mewah mendapatkan bahan pangan. Bahkan, Sekretaris Komisi E Bidang Kesra DPRD DKI, Johnny Simanjuntak, terdaftar sebagai penerima bansos DKI.
LANI DIANA