Terakhir Bima mengatakan dalam catatannya utuk Omnibus Law ialah perizinan bangunan gedung, yang mana dalam UU Cipta Kerja Izin Mendirikan Bangunan (IMB) yang selama ini menjadi kewenangan daerah diganti menjadi persetujuan Bangunan Gedung yang menjadi kewenangan Pemerintah Pusat.
Sebagaimana diubah oleh UU Cipta Kerja, yaitu dengan merubah pasal 6 dalam UU 28/2002 tentang Banggunan Gedung diubah dalam omnibus law seperti dalam angka dua bebunyi Fungsi bangunan gedung dicantumkan dalam Persetujuan Bangunan Gedung. “dan Perubahan fungsi bangunan gedung harus mendapatkan persetujuan kembali dari Pemerintah Pusat,” kata Bima
Bima mengatakan Pasal-pasal UU Omnibus Law Cipta Kerja diatas memiliki semangat yang berbeda dengan Pasal 18 Ayat 5 UUD 1945 yang berbunyi Pemerintah Daerah menjalankan otonomi yang seluas-luasnya, kecuali urusan pemerintahan yang oleh undang-undang ditentukan sebagai urusan Pemerintah Pusat. Lalu menyusun produk hukum turunan dari UU Omnibus Law Cipta Kerja berupa 36 Peraturan Pemerintah dan 7 Keputusan Presiden bukanlah perkara mudah, perlu diawasi bersama oleh semua pihak untuk menjamin produk hukum tersebut sesuai dengan amanat konstitusi dan tidak menimbulkan masalah baru dalam implementasi di daerah.
Sehingga dalam menjamin UU itu bejalan sesuai dengan koridor konstitusi, Bima menyebut ada dua opsi yang bisa diambil.
Pertama menguji konsistensi UU Cipta Kerja ini dengan konstitusi kita dengan proses judicial Review ke Mahkamah Konstitusi.
“Lalu ke dua, membuka ruang partisipasi publik secara maksimal dalam proses penyusunan Peraturan Pemerintah dan Keputusan Presiden untuk memastikan aturan turunan memberikan kepastian terkait kewenangan daerah dan pembangunan yang berkelanjutan,” demikian Bima Arya.