Dalam sidang 5 Oktober 2020, Vanessa menjelaskan kepada majelis hakim pimpinan Setyanto Hermawan bahwa lima butir pil didapatnya dari mantan penasihat hukumnya, Abdul Malik, saat bersidang untuk kasus prostitusi di Pengadilan Negeri Surabaya pada Mei 2019.
Saat itu, kata dia, Abdul iba melihatnya panik. “Yang 15 butir? Saya beli di apotek di Surabaya. Apotek namanya tidak ingat tapi jarak dari Hotel Fairpoints Sheraton sekitar 20 menit, beli jam 11 malam,” kata Vanessa.
Setyanto mempertanyakan bagaimana ia bisa menebus resep yang dibawanya dari Jakarta di kota tersebut, mengingat pil itu dilarang peraturan. “Jadi beli tanpa resep? Resep tidak diminta oleh apoteknya?”
Vanessa menjawab, saat itu ia mengaku sangat membutuhkan obat itu. Sebelumnya ia berupaya membeli di Jakarta namun stoknya sedang habis.
Perihal pil yang diberikan oleh Abdul, sebelumnya saksi ahli dr. Dharmawan Adi Purnama menyatakan hal tersebut adalah wajar apabila dilakukan dalam keadaan darurat dan dengan niat menolong. “Misalkan darurat sedang panic attack, memang bisa diberikan, tapi hanya satu butir,” kata psikiater itu dalam siding, Senin, 28 September 2020.
Setyanto sempat mempertanyakan kesaksian ini, bagaimana seorang awam bisa menentukan mengalami serangan panik yang darurat. “Bisa dilihat dari gejalanya, kalau sesama pasien kan saling mengetahui gejalanya seperti apa,” kata Dharmawan.
Meski begitu Dharmawan menekankan bahwa pil Xanax dan obat-obatan antikecemasan harus selalu diperoleh dengan resep dokter. “Itu termasuk obat-obatan keras yang diawasi, kami dipantau BPOM.”