Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Jan Pieterszoon Coen, Warga Pribumi Batavia Menyebutnya Mur Jangkung

Reporter

image-gnews
Jan Pieterszoon Coen. wikipedia.org
Jan Pieterszoon Coen. wikipedia.org
Iklan

TEMPO.CO, Jakarta -  Jan Pieterszoon Coen sempat melarikan diri ke Ambon untuk memperbaiki  armadanya setelah diserang oleh pasukan Inggris. Setelah kembali dari pelariannya ke Ambon ia kembali ke Jayakarta dan merubah kota tersebut menjadi Batavia setelah runtuh akibat perang antara Inggris dan Kesultanan Banten.

Kembalinya Janbn Pieterszoon Coen ke Batavia banyak cerita-cerita yang beredar di kalangan masyarakat pribumi tentang dirinya. Masyarakat kala itu kerap menjulukinya dengan istilah Mur Jangkung. Nama ‘Jangkung’ konon terilhami dari namanya. Selain itu, berdasarkan lukisan yang dibuat oleh Jacob Waben, Coen digambarkan sebagai seorang yang bertumbuh dan ramping dan tinggi—setidaknya bagi masyarkat pribumi.

Selain itu terdapat narasi bahwa Coen merupakan seorang keturunan pribumi. Bernard Hubertus Maria Vlekke dalam Nusantara: Sejarah Indonesia, menuliskan, “Menurut cerita, Batavia diperintah oleh Mur Jangkung, yang punya hubungan dengan dinasti Mataram. Ibunya Pajajaran, kerajaan Shiwais kuno di Jawa Barat. Dia diusir oleh suaminya, penguasa Jayakarta. Ayahnya adalah saudara Sekender (kata Jawa untuk Alexander yang menyimbolkan penakluk Barat).”

Kembali ke istilah jangkung, Denys Lombard dalam Nusa Jawa: Batas-batas Pembaratan (1990), menuliskan cerita tersebut merupakan, “upaya mengintegrasikan orang-orang Eropa ke dalam pandangan orang Jawa dan menjelaskan kehadiran Batavia.” Jangkung adalah gambaran diri Jan Coen yang digambarkan dalam cerita punya darah pribumi.

Mur Jangkung yang membangun kota Batavia tidak hanya berfokus pada bagian rekonstruksi saja, ia juga memikirkan peningkatan Sumber Daya Manusia (SDM) yang bekerja dengan VOC. Ia melihat pribumi tidak seperti yang diharapkannya. Hal ini dikarenakan Coen melihat pribumi cenderung malas-malasan dan sedikit culas. Oleh sebab itu banyak pribumi yang dibuang ke suatu tempat—tempat tersebut saat ini disebut Jatinegara.

Dalam hal ini Coen teringat akan kesuksesan saudagar dan kapiten pertama Tionghoa yang berlayar ke Batavia, Souw Beng Kong yang sangat terkenal di seantero Banten. Selain sebagai saudagar ia juga dikenal sebagai petani yang ulet dan tekun. Ia juga mengajari pribumi teknologi bertani hingga negosiasi dagang.

Pertumbuhan masyarakat Tionghoa di Batavia kian meningkat hingga bertahun-tahun. Bahkan 8 tahun sejak kesepakatan pada 1627 antara Beng Kong dan Coen, penduduk Tionghoa berjumlah 3.500 orang di Batavia. Masyarakat Tionghoa tersebut tinggal dalam lingkup yang sama dengan penduduk Belanda di dalam benteng kekuasaan VOC.

Jan Pieterszoon Coen menjabat sebagai Gubernur Jenderal VOC selama 2 kali masa jabatan. Pertama ia menjabat dari 1618 sampai 1623, kemudian ia menjabat posisi itu kembali pada 1627 hingga kematiannya pada 21 September 1629. Kematian Coen dipercaya akibat penyakit kolera yang menyerangnya pasca peperangan dengan kerajaan Mataram, serangan Sultan Agung ke Batavia.

GERIN RIO PRANATA 

Baca: Kejayaan dan Kematian Jan Pieterszoon Coen di Batavia

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Menengok Jalur Trem yang Tersisa di Kota Tua Jakarta

24 hari lalu

Jalur trem yang pernah digunakan di Jakarta dari zaman Hindia Belanda hingga awal masa kemerdekaan Indonesia yang terdapat di Kota Tua, Jakarta Barat. (TEMPO/Mila Novita)
Menengok Jalur Trem yang Tersisa di Kota Tua Jakarta

Trem merupakan salah satu transportasi yang digunakan pada zaman Hindia Belanda. Ada monumen jalur trem yang bisa dilihat di Kota Tua Jakarta.


Kisah Meriam Si Jagur yang Direbut Belanda dari Portugis, Kini Dipajang di Kota Tua Jakarta

24 hari lalu

Meriam Si Jagur di Kota Tua, Rabu, 2 April 2024 (TEMPO/Mila Novita)
Kisah Meriam Si Jagur yang Direbut Belanda dari Portugis, Kini Dipajang di Kota Tua Jakarta

Dulu, meriam Si Jagur diletakkan di benteng Portugis di Melaka untuk memperkuat pertahanan mereka di sana.


Mengenal Makanan Gohyong, Bukan Kuliner Korea

39 hari lalu

Gohyong. Shutterstock
Mengenal Makanan Gohyong, Bukan Kuliner Korea

Gohyong menjadi jananan kaki lima yang tengah naik daun saat ini. Namanya seperti kuliner Korea, ternyata akulturasi Tinghoa dan Betawi.


Pekan Budaya Tionghoa Yogyakarta Dimulai, Tetap Meriah meski Pindah Lokasi

53 hari lalu

Kemeriahan perhelatan Pekan Budaya Tionghoa Yogyakarta 2024. Dok.istimewa
Pekan Budaya Tionghoa Yogyakarta Dimulai, Tetap Meriah meski Pindah Lokasi

Pekan Budaya Tionghoa Yogyakarta 2024 mengedepankan edukasi budaya Tionghoa Mataram yang belum banyak dikenal masyarakat.


Menikmati Bebek Peking, Nasi Hainan, dan Ayam Char Siu di Festival Pecinan Banyuwangi

26 Februari 2024

Sejumlah booth kuliner di Festival Pecinan Banyuwangi yang digelar selama tiga hari selama akhir pekan. Acara festival dalam rangka merayakan Hari Raya Imlek itu berakhir pada Ahad kemarin, 25 Februari 2024. (Diskominfo Banyuwangi)
Menikmati Bebek Peking, Nasi Hainan, dan Ayam Char Siu di Festival Pecinan Banyuwangi

Selain bebek peking, di sepanjang puluhan deretan stan tersebut juga tersedia berbagai kuliner khas Tionghoa lainnya di Festival Pecinan Banyuwangi.


Asal Usul Tradisi Menyantap Ronde saat Cap Go Meh, Terinspirasi Koki Istana Zaman Dinasti Han

23 Februari 2024

Wedang Ronde Spesial Campur di Kedai Wedang Warna-Warni, Jalan Gardujati No. 52, Bandung. TEMPO/Gilang Mustika Ramdani
Asal Usul Tradisi Menyantap Ronde saat Cap Go Meh, Terinspirasi Koki Istana Zaman Dinasti Han

Di zaman Dinasti Han, seorang koki istana diberi libur untuk bertemu keluarganya saat Cap Go Meh setelah menyajikan ronde kepada kaisar


Sejarah Arak-arakan Sipasan, Tradisi Perayaan Cap Go Meh yang Hanya Ada di Padang dan Taiwan

21 Februari 2024

Warga keturunan Tionghoa menggotong
Sejarah Arak-arakan Sipasan, Tradisi Perayaan Cap Go Meh yang Hanya Ada di Padang dan Taiwan

Tradisi Arak-arakan Sipasan saat Cap Go Meh hanya dilakukan di dua tempat di dunia ini, yaitu di Padang dan Taiwan.


4 Larangan Saat Perayaan Cap Go Meh, Termasuk Potong Rambut dan Cuci Pakaian

20 Februari 2024

Seorang pria berjalan dengan menutupi telinganya saat melintasi kabut asap saat para pemilik toko menyalakan petasan dan kembang api di depan tokonya, di Harbin, Provinsi Heilongjiang, Cina, 23 Februari 2018. Setelah liburan Festival Musim Semi, para pemilik toko di Cina akan berdoa dengan menyalakan petasan dan kembang api untuk kelancaran bisnis mereka.  REUTERS/Stringer
4 Larangan Saat Perayaan Cap Go Meh, Termasuk Potong Rambut dan Cuci Pakaian

Ada sejumlah larangan saat Cap Go Meh. Sebaiknya tidak dilakukan.


Pekan Budaya Tionghoa Yogyakarta 2024, Ini Sederet Perubahannya

15 Februari 2024

Masyarakat menyaksikan wayang potehi saat pembukaan Pekan Budaya Tionghoa Yogyakarta ke 15 di Kampung Ketandan, Yogyakarta, Minggu (2/2). TEMPO/Pribadi Wicaksono
Pekan Budaya Tionghoa Yogyakarta 2024, Ini Sederet Perubahannya

Perubahan pada waktu dan tempat pelaksanaan Pekan Budaya Tionghoa Yogyakarta ke-19 kali ini dikarenakan bertepatan dengan penyelenggaraan Pemilu.


Makan Pakai Sumpit Bagi Orang Tionghoa Punya Makna Filosofi

12 Februari 2024

ilustrasi sumpit  (pixabay.com)
Makan Pakai Sumpit Bagi Orang Tionghoa Punya Makna Filosofi

Bagi orang Tionghoa sumpit tak hanya sekadar alat makan tapi juga mengandung makna. Sumpit merupakan lambang kesatuan, keharmonisan, dan kesetaraan.