TEMPO.CO, Jakarta - Mafia tanah tidak tak pandang bulu siapa korbannya, bahkan di Bogor salah satu keluarga polisi berpangkat Ajun Komisaris Besar jadi sasaran mangsa mafia tanah.
Istri dari Ajun Komisaris Besar Moch Made Rumiasa, Dhewi Rasmani, 57 tahun, salah satu korban mafia tanah bercerita kepada Tempo, dia menjadi korban mafia tanah saat menyelesaikan urusan tanah milik besannya Yusda, 61 tahun dengan BNI.
"Saat saya menyelesaikan tunggakan Yusda di BNI dengan jaminan tanahnya, setelah selesai saat kami akan mengelola lahan ternyata diklaim lahan tersebut milik orang dan terbit Sertifikat baru. Padahal kami masih ada SHM, kan aneh itu bisa terbit SHM baru di atas lahan kami yang ber SHM dan ada NIB nya," ucap Dhewi kepada di rumahnya, Kota Bogor. Ahad, 21 November 2021.
Kuasa hukum Dhewi dari kantor hukum Satu Keadilan, Sion Tarigan menyebut penipuan terhadap kliennya diduga dilakukan oleh mafia tanah secara terstruktur dan masif serta melibatkan pihak pemerintah Desa hingga pegawai di Badan Pertanahan Nasional atau BPN Kabupaten Bogor.
Sebab, menurut Sion dalam penggelapan SHM milik kliennya disimpulkan bahwa Sertifikat No 4477/Cimanggis nomor 149 NIB 07617 terbit tahun 1978 atas nama Yusda.
Secara hukum, menurut Sion yang diakui keabsahannya adalah Sertifikat 4477 yang lebih awal terbit, sedangkan Sertifikat 3282 dan 2893 yang terbit belakangan berdasarkan ketentuan Putusan Mahkamah Agung tidak mempunyai kekuatan hukum kerena terbit sebab kelakukan mafia.
Dengan dasar itu, Sion mengatakan seharusnya tidak ada keraguan lagi bagi Menteri Agraria atau Kepala BPN untuk membatalkan kedua Serikat tersebut baru itu.
"Kasus ini ketahuan sejak tahun 2016 silam, jujur kami sudah melakukan berbagai upaya hukum. Namun karena ada oknum di dalam Pemerintahan desa yang notabene memiliki buku besar desa dan BPN selaku pengesah, kasus kami jadi rumit. Tapi, pelaku pemalsu sertikat dan penjual lahan klien kami saat ini sudah menjadi terdakwa di Pengadilan dengan sangkaan pasal 378 dan pasal 263 dan 266 KUHP," kata Sion.
Sebab ulah mafia tanah berjamaah itu, Sion mengatakan kliennya mengalami kerugian hingga miliaran rupiah. Sebab itu, menurut Sion dirinya juga sudah melaporkan oknum pemerintah Desa ke Polda Metro Jaya dengan nomor LP/B/4627/IX/2021/SPKT/Polda Metro Jaya tertanggal 17 September 2021.
"Oknum pelaku dan penjual saat ini sudah disidangkan, kami juga sudah melaporkan oknum desa nya, kemudian ke depan kami akan gugat atau laporkan oknum BPN nya. Kasus ini harus terang benderang, semua oknum harus mempertanggung jawabkan perbuatannya sesuai hukum dan tentunya ini upaya kami membantu pemerintah dalam memberantas mafia tanah hingga akarnya," kata Sion menjelaskan.
Kepala Kantor BPN Kabupaten Bogor, Sepyo Achanto mengatakan pihak nya mempersilahkan bagi yang merasakan kerugian dan merasa jadi korban mafia tanah untuk melaporkan, serta memperoses hukum kepada pihak berwenang.
"Silahkan laporkan kepada penegak hukum, bahkan sampai Satgas Mafia Tanah. Agar kasus ini terang benderang dan tidak ada dirugikan dan klaim sepihak," ucap Sepyo saat dikonfirmasi wartawan, Jumat malam 19 November 2021.
Ketua Indonesian Police What atau IPW, Sugeng Teguh Santoso mengatakan dalam kasus mafia tanah ini, Kapolri Jendral Listyo Sigit selaki Ketua Satgas Mafia Tanah Nasional harus memberikan atensinya kepada semua Kapolda. Sebab, menurut Sugeng, kasus mafia ini banyak terjadi juga di daerah dan merugikan masyarakat banyak.
"Maksudnya Kapolri jangan hanya fokus memberantas mafia di pusat kota saja, tapi harus menyeluruh. Karena pangkal kasus penggelapan oleh mafia ini berawal dari bawah dalam hal ini tentu melibatkan pemerintah Desa dan bahkan bermuara di BPN. Singkatnya, saya katakan mafia tanah ini ada gegara ulah oknum di dalam BPN sendiri dan itu harus dihentikan, " ucap Sugeng.
M.A MURTADHO
Baca juga: Waspada Mafia Tanah: Belajar dari Kasus yang Menimpa Nirina Zubir