TEMPO.CO, Jakarta - Rencana mogok para pedagang daging di pasar yang ada di Jakarta mendapat tanggapan dari DPP Ikatan Pedagang Pasar Indonesia (IKAPPI).
Sekretaris Jenderal DPP IKAPPI Reynaldi Sarjowan berharap agar tidak semua pedagang daging mogok jualan karena ada pihak lain pengguna komoditas itu sebagai bahan baku utama.
"Memang kami mendapati sejumlah laporan pedagang daging akan mogok jualan, tapi ada hal yang harus diperhatikan juga. Karena ada pihak ketiga seperti penjual bakso, warteg, dan sebagainya yang memang memproduksi atau menjual daging tentu akan mengalami kerugian," kata dia kepada wartawan di Jakarta, Jumat, 25 Februari 2022.
Sebelumnya para pedagang daging sapi berencana mogok selama lima hari mulai 28 Februari 2022. Para pedagang mogok lantaran melonjaknya harga daging sapi.
"Rencananya semua pedagang daging mogok berjualan, karena harga daging sapi terus naik," kata Kepala Pasar Slipi, Hendra Silalahi, saat dikonfirmasi, Kamis, 24 Februari 2022.
Menurut Hendra, pada kondisi normal harga daging sapi Rp110.000 per kilogram, tapi saat ini harganya sudah mencapai Rp140.000 per kilogram.
Reynaldi mengkhawatirkan aksi mogok ini bakal berdampak pada skala yang lebih besar mengingat waktu pelaksanaannya yang hampir sepekan.
Oleh sebab itu, Reynaldi menyatakan bahwa pihaknya bakal melakukan komunikasi dengan pemerintah untuk segera melakukan intervensi terkait melambungnya harga daging.
"Dengan cara apa? dengan cara memastikan stok daging yang ada, karena konsumsi daging dalam negeri kita cukup tinggi. Untuk itu, seharusnya permintaan yang saat ini tidak terlalu tinggi seharusnya dapat mampu ditekan. Kecuali nanti menjelang Hari Raya Lebaran Idul Fitri tentu permintaan akan tinggi dan harga akan melonjak maka jauh sebelum itu pemerintah harus melakukan intervensi," tuturnya.
Hal itu karena, lanjut dia, harga pokok penjualan atau HPP daging yang cukup tinggi membuat pedagang kewalahan untuk menutup kerugian.
Reynaldi mengatakan, bahwa hingga saat ini, bahkan ada HPP mencapai Rp140.000, sementara harus dijual dengan harga Rp115.000-Rp120.000.
"Pedagang sudah mengambil harga di rumah potong hewan [RPH] sudah tinggi, ini kesulitannya untuk menjual di harga normal," ujar Reynaldi.
Reynaldi meminta kepada pemerintah untuk melakukan intervensi dari hulu hingga hilir, salah satunya dengan memaksimalkan produksi daging dalam negeri melalui pemetaan sentra daging.
"Genjot sentra daging, seperti di NTB, harus digenjot agar dagingnya surplus, kalau surplus dagingnya dapat di distribusi ke wilayah yang 'demand'-nya tinggi, seperti Jabodetabek," ujarnya.
Dia sangat mendukung pemerintah untuk mendorong produksi dalam negeri, karena banyak yang dapat dimanfaatkan dan dimaksimalkan.
Sementara itu, pemetaan penting untuk mengetahui wilayah mana yang berpotensi menjadi sentra daging, sehingga tidak harus mengandalkan impor.
"Daging lokal kita itu rasanya jauh lebih sedap, lebih 'fresh', ketimbang harus impor yang beku, yang kadar airnya jauh lebih tinggi," ucapnya.
Baca juga: Pedagang Daging Sapi Pasar Slipi Berencana Mogok Jualan Mulai Senin Pekan Depan