TEMPO.CO, Jakarta - Puluhan mantan pekerja Jungleland Adventure (JLA) Sentul menuntut pembayaran upah dan pesangon yang sudah tidak dibayarkan selama hampir 2 tahun.
Tuntutan ini telah mereka suarakan sejak satu tahun lalu. Namun hingga kini belum ada kejelasan dari perusahaan taman rekreasi terbesar di Indonesia tersebut.
Baca Juga:
Ketua tim mantan karyawan JungleLand, Subandi menyebut sudah lebih dari setahun hak-hak mereka tidak kunjung dibayarkan oleh manajemen JLA Sentul. Upaya mediasi yang difasilitasi Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Kabupaten Bogor selalu gagal terwujud.
Dalam sekian kali upaya mediasi, manajemen JLA tak pernah hadir. Akibatnya, para eks pekerja tak mendapat jawaban langsung dari manajemen .
"Kami hanya menuntut hak-hak kami atas upah dan pesangon yang belum dibayarkan oleh manajemen Jungleland Adventure sudah hampir 2 tahun. Kami kecewa mereka tidak pernah hadir dalam agenda mediasi yang difasilitasi oleh Disnaker Bogor," kata Subandi di Cibinong, Kabupaten Bogor. Kamis, 21 Juli 2022.
Subandi menyebut, total upah dan pesangon yang harus dibayarkan manajemen Jungle Land mencapai lebih dari Rp 5 miliar. Hitungannya, saat ini jumlah eks pekerja yang menuntut haknya ada 23 orang. Setiap orang, upah dan pesangonnya mencapai tiga ratusan juta rupiah. Subandi menyebut, upah dan pesangon dirinya sebesar Rp 319 juta rupiah.
"Sementara kalau ditotalkan untuk 23 eks karyawan yang saat ini tergabung di kami, dikisaran Rp 5.016.892.149 rupiah atau lima milyar lebih," kata Subandi menjelaskan.
Kuasa hukum 23 mantan karyawan JLA Sentul dari Law Firm Odie Hudiyanto & Partner's, Mila Ayu Dewata Sari mengatakan buruh PT Jungleland Asia (Jungle Adventure Theme Park Sentul) sampai saat ini masih menderita karena tidak ada kepastian pembayaran atas pesangon dan upah yang tertunggak selama hampir 2 tahun itu.
Mila menyebut, Subandi dan kawan-kawan terus berjuang menuntut hak-nya di Dinas Tenaga Kerja Kabupaten Bogor.
"Subandi dan kawan-kawanny merupakan pekerja tetap berdasarkan perjanjian kerja. Mereka adalah kelompok pertama yang berani melawan dan menuntut kelompok usaha Bakrie tersebut," kata Mila.
Menurut Mila, pada saat perusahaan yang dimiliki Grup Bakrie tersebut menghentikan operasionalnya, perusahaan tidak membuat kesepakatan dengan para pekerja tentang pelaksanaan waktu kerja dan pengupahan seperti yang diamanatkan di Surat Edaran Nomor. M/3/HK.04/III/2020 tentang Perlindungan Pekerja dan Kelangsungan Usaha dalam rangka Pencegahan dan Penanggulangan Covid-19.
"Dengan demikian PHK dengan alasan adanya pendemi Covid 19 tidak tepat dijadikan alasan untuk melakukan PHK kepada para buruh Jungle Land Sentul," ucap Mila.
Sebab itu, menurut Mila para pekerja di-PHK tanpa kesalahan apapun. PHK yang dilakukan oleh perusahaan adalah karena alasan efisiensi sebagaimana ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 35 Pasal 43 ayat (2) yaitu : “Pengusaha dapat melakukan Pemutusan Hubungan Kerja terhadap Pekerja/Buruh karena alasan Perusahaan melakukan efisiensi untuk mencegah terjadinya kerugian maka Pekerja/Buruh berhak atas: uang pesangon sebesar 1 (satu) kali ketentuan Pasal 40 ayat (2), uang penghargaan masa kerja sebesar 1 (satu) kali ketentuan Pasal 40 ayat (3) dan uang penggantian hak sesuai ketentuan Pasal 40 ayat (4).
Kuasa hukum lainnya, Rima Rantika Sari mengatakan mediasi ketiga yang dilakukan di Disnaker Kabupaten Bogor pada Rabu 20 Juli 2022 sekira pukul 11.00 WIB kembali tidak dihadiri pihak manajemen JungleLand. Rima menyebut pihak JLA terkesan sangat menyepelekan eks pekerjanya yang dulu pernah membesarkan perusahaan Bakrie tersebut.
Ia menyebut hasil mediasi kedua beberapa waktu lalu sudah terdapat titik temu, tinggal hanya disepakati melalui mediasi ketiga ini mau dibawa kemana dan seperti apa kasus ini. "Apa perlu kasus ini kita bahwa ke tingkat Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) di pengadilan negeri Cibinong," kata Rima.
M.A MURTADHO
Baca juga: Lama Ditutup akibat Pandemi, JungleLand Bogor Kembali DIbuka