TEMPO.CO, Jakarta - Hakim Tunggal Sri Wahyuni Batubara menjatuhkan vonis kepada AG, eks pacar Mario Dandy Satriyo, 3,5 tahun penjara di Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA). Putusan itu dibacakan Hakim Sri di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada Senin, 10 April 2023 kemarin.
Sementara ahli pidana anak, Ahmad Sofian, menilai putusan hakim tidak paham dengan kondisi LPKA. Keputusan hakim, kata Ahmad, justru akan menyebabkan AG menjadi anak perempuan pertama yang ditahan di LPKA.
“Hakim yang memeriksa dan memutuskan perkara ini tidak paham bagaimana kondisi real LPKA,” tutur Ahmad seperti dikutip dari Tempo, Senin, 10 April 2023.
Ia menjelaskan, Indonesia saat ini belum ada LPKA khusus perempuan. Sehingga, kata Ahmad, AG bakal menjadi anak perempuan pertama yang ditahan di LPKA.
“Kemungkinan akan dibuat sekat atau blok sel khusus untuk AG atau kemungkinan AG akan ditempatkan di Lapas (lembaga pemasyarakatan) perempuan dewasa. Bisa dibayangkan, apa yang akan terjadi pada AG tiga tahun ke depan. Ini menunjukkan perspektif anak pada hakim yang memeriksa AG perlu dipertanyakan,” katanya.
Lebih jauh Ahmad mengatakan, LPKA merupakan adopsi dari Lapas anak karena berada di bawah Kementerian Hukum dan HAM. Anak ditempatkan di sana untuk menjalani hukuman bukan dipulihkan mental, kondisi sosial dan perilakunya.
Selain itu, Ahmad Sofian menilai putusan hakim tidak netral karena ada campur tangan kepentingan dendam.
“Korban sudah diwakili kepentingan oleh jaksa sehingga dalam menjatuhkan putusan maka hakim akan mempertimbangkan dakwaan dan tuntutan jaksa. Dalam kasus ini terkesan keluarga korban mendesak hakim menjatuhkan pidana tinggi,” tuturnya.
Bukan pemidanaan tapi perbaikan sikap
Menurut Ahmad, anak yang berhadapan hukum bukan pemidanaan yang menjadi fokus utama. Akan tetapi, perbaikan sikap perilaku di masa depan.
“Karena anak-anak masih bisa diperbaiki sikap dan perilakunya. Harusnya hakim memutus mempertimbangkan semua sisi bukan saja mempertimbangkan kepentingan keluarga korban,” katanya.
Ahmad menjelaskan dalam Undang-Undang Nomor 11 tahun 2012 tentang sistem peradilan pidana anak lebih menekankan pada aspek pemulihan, rehabilitasi, asimilasi pada anak yang berhadapan dengan hukum. “Jadi, pendekatan punitif pada anak sebagai pelaku pidana harusnya dihindari,” ucapnya.
Selanjutnya: Ahmad menjelaskan dalam Undang-Undang…