Singgung ratifikasi Konvensi Hak Anak
Lisda yang aktif mengkampanyekan perlindungan anak dari paparan asap dan iklan rokok juga mengingatkan, Indonesia sudah meratifikasi Konvensi Hak Anak pada 1990. Dengan meratifikasi itu, pemerintah wajib melindungi hak anak, salah satunya hak anak untuk sehat.
Lisda mengatakan, negara harus hadir melindungi kesehatan masyarakat Indonesia tanpa kecuali, termasuk anak. Perlindungan itu diberikan melalui penerbitan regulasi yang berpihak pada kesehatan masyarakat. Salah satunya, melalui regulasi yang melindungi anak dari zat adiktif.
"Anak-anak terus menjadi korban bahaya rokok melalui paparan asap rokok dan gempuran iklan, promosi dan sponsor rokok yang masif," kata dia.
Sebut psikologis anak mudah dipengaruhi
Lisda menuturkan, sudah banyak studi menjelaskan relasi dari paparan iklan rokok yang terus menerus terhadap keinginan untuk merokok. Anak-anak yang secara psikologis masih dalam tahap berkembang akan mudah dipengaruhi oleh kepungan iklan dan promosi rokok dengan visual dan tagline yang memperlihatkan gaya hidup anak muda kreatif, keren dan macho.
Di alam bawah sadarnya, akan tertanam bahwa rokok adalah produk normal karena iklannya tidak dilarang. Padahal sejatinya rokok adalah produk berbahaya dan tidak normal. "Rokok mengandung 7000 zat berbahaya dan 69 di antaranya memicu kanker," ujarnya.
Pentingnya sinergi orang tua dan negara dalam perlindungan anak
Lisda menegaskan, negara tidak bisa hanya menyerahkan upaya perlindungan anak kepada orang tua dan masyarakat. Kondisi anak dan remaja yang sedang berkembang sangat rentan dipengaruhi berbagai faktor, tidak saja dari paparan pemasaran rokok melalui iklan, promosi, dan sponsor yang masif, tapi juga kemudahan akses terhadap rokok dari sisi harga maupun ketersediaannya.
“Karena itu negara tetap harus hadir melalui pemihakan kebijakan,” kata dia menegaskan. Apalagi menurut Lisda, jumlah perokok anak terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun.
Data Riset Kesehatan Dasar 2018 menunjukkan prevalensi merokok penduduk usia anak 10-18 tahun naik dari 7,2 persen pada 2013 menjadi 9,1 persen pada 2018. Prevalensi perokok anak juga semakin tinggi pada anak dari keluarga dengan penghasilan menengah ke bawah, sehingga kondisi kerentanan sebagai anak dari kelompok rentan, semakin ditambah dengan kecanduan rokok sejak dini.
MUTIA YUANTISYA | ISTIQOMATUL HAYATI
Pilihan Editor: Setelah Ancam KJP Pelajar Ikut Tawuran Dicabut, Heru Budi Minta KJP Pelajar yang Merokok Juga Dicabut