TEMPO.CO, Jakarta - Koalisi Masyarakat Kawal Pendidikan Jakarta (Kopaja) menyebut Penerimaan Peserta Didik Baru atau PPDB DKI 2023 berpotensi mengakibatkan ratusan ribu anak tidak bisa mendapatkan sekolah gratis. Lebih parah lagi, menjadi putus sekolah karena tidak mampu menanggung biaya di sekolah swasta.
"Sebagai provinsi dengan APBD terbesar di Indonesia, sangat aneh bila jumlah siswa yang putus sekolah di DKI adalah yang tertinggi di Indonesia," kata Anggota Kopaja, Anwar Razak, melalui keterangan tertulis pada Rabu 21 Juni 2023.
Anwar menilai program PPDB DKI untuk swasta juga tidak efektif menangkal anak-anak yang tidak tertampung di sekolah negeri menjadi putus sekolah. Dari data yang ada, dari sekitar 170 ribu anak yang tidak tertampung di sekolah negeri, PPDB Bersama hanya mampu menyalurkan 6.909 anak ke sekolah swasta atau sekitar 4 persen dari keseluruhan anak. "Masih ada 163.091 anak lagi yang tidak diakomodir melalui PPDB Bersama ini," ujar dia.
Lagian, Anwar menambahkan, persoalan berikutnya dari PPDB Bersama adalah hanya mengakomodir untuk tingkatan SMA atau SMK. Sementara siswa SD yang akan naik ke SMP tidak mendapat jatah PPDB Bersama sama sekali. "Padahal bila mengacu pada kebijakan wajib belajar 9 tahun, maka anak-anak yang akan melanjutkan ke jenjang SMP harus menjadi prioritas utama," kata Anwar.
Oleh karena itu, Anwar menyebut koalisi bersama orang tua murid mendesak Pemerintah DKI untuk membuka PPDB Bersama jenjang SD dan SMP. Menurut dia, hal itu dilakukan agar tidak ada diskriminasi. "Karena pelibatan swasta ini berupa pemberian biaya pendidikan yang dianggarkan dari APBD," katanya mengingatkan.
PPDB DKI 2023 telah dibuka sejak 12 Juni sampai 7 Juli mendatang. Siswa dapat mendaftarkan diri secara daring. Dinas Pendidikan DKI membuka empat jalur penerimaan di setiap jenjangnya, yakni jalur prestasi, afirmasi, zonasi, dan perpindahan orang tua.
Dalam pernyataan sebelumnya, Koordinator Kopaja Ubaid Matraji mengatakan mudah sekali bagi orang tua calon murid mengakali sistem PPDB. Sehingga banyak permasalahan yang terjadi. Dia mencontohkan penerimaan dari jalur prestasi dan afirmasi yang menjadi tidak jelas penilaian dan mekanismenya.
Pilihan Editor: HUT Jakarta ke-496, Naik Bus transjakarta Hanya Bayar Rp 1