TEMPO.CO, Jakarta - Kuasa hukum warga Green Village Kota Bekasi menduga ada kongkalikong antara oknum pejabat pemerintahan dan pengembang perumahan hingga warga dirugikan. Dalam kasus penyerobotan tanah ini, ada 10 rumah warga yang terkungkung bahkan terbelah pagar beton.
Dugaan itu muncul karena pada 2016, sejumlah rumah di klaster itu pernah disegel Pemerintah Kota Bekasi. Rumah disegel karena menyalahi perizinan, namun, pembangunan perumahan tetap lanjut.
Kuasa hukum warga, Yanto Irianto, minta ada tanggung jawab dari pemerintah daerah dan Wali Kota Bekasi karena pernah ada penyegelan pada 2016, tetapi pembangunan tetap jalan.
"Berarti, kan, ada indikasi, kalau sudah disegel harusnya ditutup, pengembang ini nakal. Kenapa ini jalan lagi, berarti ini ada yang bermain dengan pejabat setempat," kata Yanto di Bekasi, Kamis, 6 Juli 2023.
Yanto juga mempertanyakan pejabat pemerintahan bisa meloloskan perizinan pembangunan klaster perumahan itu, yang ternyata ada tanah warga diserobot pengembang. Polemik itu kemudian merugikan penghuni klaster perumahan tersebut karena akses jalannya kini ditutup pagar beton oleh pemilik tanah sah.
Warga Cluster Green Village pun meminta Pemerintah Kota Bekasi, selaku pihak yang berwenang atas perizinan pembangunan klaster perumahan itu bertanggung jawab atas masalah yang merugikan warga setempat.
"Saya mohon kepada Pemerintah setempat, Plt Wali Kota ya bertindak tegas kepada pengembang yang nakal. Ini ada kejahatan, perizinan juga harusnya milah-milah ada enggak fasos-fasumnya untuk masyarakat," ujar Yanto.
Yanto menambahkan, warga bakal melayangkan gugatan pidana dan perdata dalam kasus dugaan penyerobotan tanah tersebut. Terdapat 10 pihak, termasuk Pemerintah Kota Bekasi dan Badan Pertanahan Nasional (BPN) yang bakal digugat warga.
"Itu mafia tanah harus ditindak. Semuanya nanti akan saya bersihkan semuanya. Kalau memang perlu ditindak kami akan upaya hukum baik perdata atau pidana," ujar Yanto.
Dampak kasus itu, akses sepuluh rumah warga di klaster perumahan itu dipagar beton oleh pemilik tanah sah. Kasus itu diawali masalah penyerobotan tanah warga oleh pengembang perumahan tersebut.
Ketua RW setempat Yunus Effendi menjelaskan pengembang PT SMP menyerobot lahan milik warga bernama Liem Sian Tjie."Warga kami membeli rumah ini sudah ada SHM sertifikatnya. Hanya saja pengembang nakal, karena dia menerobos tanah warga lain yang sebetulnya tanah warga sebelah," kata Yunus.
Yunus menambahkan klaster perumahan itu pertama kali dibangun pada 2013 oleh pengembang PT SMP. Pemilik lahan yang sah menggugat pengembang ke Pengadilan Negeri Bekasi karena menyerobot lahannya seluas 376 meter persegi.
Pada akhirnya pemilik lahan memenangi gugatan tersebut. Selanjutnya, pemilik lahan mengajukan eksekusi lahan itu ke PN Bekasi. Pada 20 Juni 2023, lahan itu dieksekusi PN Bekasi yang berujung pada pemagaran beton jalan akses sepuluh rumah warga.
"Ini diakui dalam surat keputusan pengadilan, ada pemindahan patok yang dilakukan oleh pengembang," ujar Yunus.
Kini akses keluar masuk warga Green Village ke rumahnya masing-masing hanya bisa muat dilalui satu orang. Pagar beton itu tepat berada di depan sepuluh rumah warga tersebut.
ADI WARSONO
Pilihan Editor: Satlantas Polres Tangsel Sisir Ranjau Paku di Jalan Pahlawan Seribu Setelah Viral Aksi Ojol