TEMPO.CO, Depok - Isu Intoleran masih menjadi pekerjaan rumah bagi Pemerintah Kota Depok. Dari waktu ke waktu, perkembangan kota itu semakin mengikis persaudaraan antar-agama yang ada.
Penilaian itu disampaikan Estiana, 50 tahun, anggota keluarga pejuang asal Depok, Tole Iskandar, usai mengikuti upacara pengibaran bendera di Lapangan Balai Kota Depok, Kamis pagi 17 Agustus 2023. "Kalau menurut saya, sekarang sudah berkurang, jadi ada perbedaan di sisi agama," katanya.
Ia mencontohkan salah satu cirinya terlihat dari busana daerah kebaya. Dahulu, dia menuturkan, kerap memakai konde yang kini sudah jarang digunakan. Padahal, menurutnya, itu ciri khas orang Indonesia.
Lalu perihal tradisi saling kunjung di hari raya yang dirasanya juga meluntur. Begitu juga dengan salam dan ucapannya untuk satu sama lain. "Kan itu tidak ada masalah kalau ucapan. Intinya kan semua di hati kita, berpegang teguh di hati kita," katanya.
Sosok yang kerap disebut anak Tole Iskandar ini berharap toleransi antar-umat beragama di Kota Depok bisa kembali dipererat dengan multikulturnya. Tidak hanya satu kultur atau agama. "Tapi ya sudahlah kita ikuti saja," kata Estiana.
Bagi Estiana, yang terpenting adalah meneruskan perjuangan para pahlawan dengan berpartisipasi dalam pembangunan di era kemerdekaan ini. Termasuk meneruskan perjuangan Tole Iskandar.
"Yang penting kita jujur, selalu ikhlas. Jadi jangan pernah lihat ke kiri dan ke kanan," ujarnya menambahkan.
Jawab Wali Kota Depok
Menanggapi penilaian tersebut, Wali Kota Depok Mohammad Idris kembali memberikan bantahannya, seperti yang telah berulang kali disampaikannya terhadap kebijakan eksklusif dan intoleransi di kota itu. Dimulai dari pemberlakuan Surat Keputusan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negari untuk pembangunan tempat ibadah sampai dengan Raperda Penyelenggaraan Kota Religius.
Tentang SKB 2 Menteri, Idris mengatakan, pemerintah kota setempat berpegang kepada kementerian-kementerian yang dimaksud. "Mereka mengatakan, ini masih berlaku."
Ada pula tentang penyegelan sekretariat Ahmadiyah di Sawangan. Soal ini, Pemkot Depok berpatokan pada MUI dan fatwanya yang menyatakan bahwa Ahmadiyah adalah ajaran menyimpang, dan harus dibubarkan, yang juga disebutnya masih berlaku.
Kemudian, Idris menyadari rancangan peraturan daerah penyelenggaraan kota religius menuai keresahan. "Itu (Raperda PKR) disangkanya mengarah kepada agama tertentu, ini berarti memang tidak membaca konten daripada raperda tersebut," kata dia.
Pilihan Editor: Tahun Ini Terakhir HUT RI Digelar di Jakarta?