Heru menjelaskan kemacetan merupakan runtunan dari proses pembentukan polusi. Pada kondisi macet, kendaraan yang berhenti dengan mesin terus menyala tetap menghasilkan emisi sehingga menyebabkan kualitas udara menjadi buruk.
“Kalau ditanya kenapa WFH, ya yang paling dekat dan yang tercepat itu. Mau saya, semua mengikuti dengan kemampuan dan perhitungan masing-masing. Yang pebisnis dia bikin, misalnya dia dagang, ya mungkin dia masuknya bisa jam 10, atau karyawannya bisa shift,” kata dia.
Dengan begitu, akan ada pengurangan jumlah kendaraan yang melintas di Jakarta yang berasal dari para pekerja tersebut. Heru memberi contoh, bila ada 20 orang WFH ada kemungkinan dua mobil tidak jalan.
“Saya ingin tahu kalau Jakarta itu kendaraannya turun drastis untuk WFH, polusi turun nggak?” ucap dia.
Pemerintah akan cari penyebab lain jika WFH tak efektif
Apabila sudah dilakukan WFH 100 persen, tetapi polusi udara masih tidak turun juga, pemerintah akan menyisir lagi penyebab lain. "Jadi, saya ingin membuktikan,” katanya.
Upaya tercepat untuk menurunkan polusi udara, kata Heru, hanya dengan mengurangi jumlah kendaraan bermotor lewat WFH.
“Mau nuruin polusi dalam satu minggu, dari mana? Nanam pohon? Nggak juga. Pakai Masker? Nggak juga. Ya itu, kendaraan turunin,” tuturnya. “Pabrik kita stop nggak bisa juga. Karena dia perlu makan, perlu mensuplai. PLTU kita stop, mati listrik. Coba. Satu-satunya ya ini. Tanpa mengurangi kegiatan ekonomi."