TEMPO.CO, Jakarta - Sekjen Forum Masyarakat Rusun Marunda (FMRM) Maulana mengkritik langkah Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta yang baru gencar memberi sanksi terhadap sejumlah perusahaan stockpile atau penampungan batu bara akibat polusi udara Jakarta belakangan ini.
Maulana menuturkan, warga Marunda sebenarnya sudah meminta Dinas Lingkungan Hidup untuk memantau aktivitas usaha penampungan batu bara PT Kawasan Berikat Nusantara (KBN) serta mengecek Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal).
“Emang sudah seharusnya begitu. Polusi di Marunda sudah bertahun-tahun dan kami sudah minta dari dulu,” kata Maulana pada Kamis, 31 Agustus 2023.
Sebelumnya, Dinas LH DKI memberikan sanksi kepada dua perusahaan stockpile batu bara berupa penghentian kegiatan untuk sementara waktu mulai 30 Agustus 2023. Dua perusahaan itu adalah PT. Trada Trans Indonesia dan PT. Tans Bara Energy yang berlokasi di Jakarta Utara.
Kedua perusahaan itu terbukti belum melengkapi izin pengelolaan lingkungan yang berpotensi menyebabkan polusi udara. Pelanggaran lain adalah belum terpasangnya jaring secara menyeluruh di lokasi kegiatan, belum melakukan pengelolaan air limpasan dari stockpile batu bara, dan belum memiliki TPS Limbah B3.
Selain itu, ditemukan juga adanya endapan batu bara dan oli berceceran di saluran drainase yang menuju saluran kota. Industri ini juga disebut tak memiliki TPS sampah domestik dan ditemukan adanya bekas pembakaran sampah. Puntung rokok pun berserakan di lokasi penampungan batu bara.
Maulana mengkritik langkah Dinas LH yang baru menindak perusahaan-perusahaan penampung batu bara pasca polusi udara Jakarta menjadi isu nasional. Menurut dia, Dinas LH seharusnya berperan sedari dulu, bukan muncul di akhir bak pahlawan.
“Motor itu baru bisa jalan jika ada STNK, bukan suruh jalan dulu baru ditilang karena tidak ada STNK. Saya tidak paham cara kerjanya DLH, sepertinya itu malah lucu,” ujarnya.
Maulana menceritakan, dulu warga Marunda acap kali membawa isu polusi udara akibat debu batu bara. Sikap Kepala Dinas LH waktu itu justru mempertemukan mereka dengan warga yang merasa tak ada masalah dengan batu bara.
Warga yang berseberangan dengan sikap FMRM itu, lanjut dia, menerima kehadiran penampungan batu bara tersebut asalkan perusahaan tetap menjalankan tanggung jawab sosialnya alias corporate social responsibility (CSR).
“Hello bilang enggak apa-apa, anak kalian, ibu kalian, keluarga kalian tercemar setiap waktu, setiap saat, bilang enggak apa-apa. Kami selalu dibenturkan dengan warga yang seperti ini,” ucap Maulana, warga Rusun Marunda.
Dinas LH DKI tengah gencar memantau semua perusahaan yang aktivitas usahanya berpotensi mencemarkan lingkungan, khususnya polusi udara Jakarta. Kepala Dinas LH DKI Asep Kuswanto mengancam bakal menindak perusahaan yang nakal. Apabila perusahaan tak mau melakukan perbaikan, maka izin perusahaan terancam dicabut.
OHAN
Pilihan Editor: Diminta Alih Usaha Ternak, Pengusaha Arang di Lubang Buaya Memilih Pindah