TEMPO.CO, Jakarta - Sejumlah organisasi peduli kesehatan dan lingkungan mengkritik keputusan Polda Metro Jaya yang menyetop tilang uji emisi di Jakarta. Country Coordinator Vital Strategies Chintya Imelda Maidir menilai keputusan tersebut adalah langkah kemunduran.
"Ini sebuah kemunduran dan preseden buruk atas keseriusan pemerintah menangani isu udara," kata dia dalam keterangan tertulisnya, Rabu, 13 September 2023.
Polda Metro sebelumnya memutuskan menghentikan tilang uji emisi lantaran dinilai tidak efektif mengurangi polusi udara Jakarta. Padahal, penegakan hukum bagi kendaraan yang tidak lulus uji emisi ini baru terlaksana pada 1 September 2023.
Imelda mendorong pihak kepolisian tetap melanjutkan tilang emisi. Sebab, dari hasil kajian, penghasil polutan PM2.5 terbesar berasal dari sektor transportasi, yakni 67 persen.
Menurut dia, pemerintah perlu mengintervensi sumber polusi dari emisi bergerak, seperti emisi kendaraan. "Ada lebih dari 24 juta kendaraan di Jakarta. Dari mana pembuktian tidak efektif dalam waktu singkat ini?" tanya Imelda.
Dia memaparkan tilang emisi dapat mendorong warga untuk memenuhi baku mutu gas buang kendaraannya. Tak hanya itu, ekosistem pendukung, seperti kesiapan bengkel dan instrumen lain juga akan terbentuk. Alih-alih menghentikan, evaluasi terhadap pelaksanaan tilang emisi perlu terus dilakukan, termasuk memperkuat sosialisasi kepada publik.
Imelda juga mengingatkan agar tilang emisi diberlakukan terhadap semua jenis kendaraan. Misalnya, kendaraan berat, motor, dan diesel yang menyumbang polutan PM2.5 hampir mencapai 80 persen.
Kritik lainnya datang dari Direktur Eksekutif Komite Penghapusan Bensin Bertimbel (KPBB) Ahmad Safrudin. Dia mengaku geram atas keputusan Satgas Penanggulangan Pencemaran Udara Polda Metro Jaya menghentikan tilang emisi.
Menurut dia, polisi membangkang terhadap peraturan perundang-undangan lantaran menyetop memberikan sanksi kepada pemilik yang kendaraannya tak lulus uji emisi. Dasar hukum tilang tersebut tertuang dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
"Urgensinya jelas-jelas terlihat dengan kasat mata, udara yang kotor,” jelas pria yang akrab dipanggil Puput itu.
Puput juga menyayangkan penerapan UU 22/2009 belum berjalan maksimal. Dia membeberkan dalam Pasal 210 tertera jelas bahwa setiap kendaraan bermotor yang beroperasi di jalan wajib memenuhi persyaratan ambang batas emisi gas buang dan tingkat kebisingan.
"Tilang uji emisi (diatur) dari 2009 baru kali ini dilaksanakan, itu pun baru sekali dilaksanakan, masa langsung disimpulkan tidak efektif," ucap Puput.
NUR KHASANAH APRILIANI
Pilihan Editor: Anggi Si Pembajak Paket Shopee Memang Sengaja Sasar Paket Isi iPhone dan iPad, Ini Alasannya