TEMPO.CO, Jakarta - Mantan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Saut Situmorang mengatakan antar pimpinan KPK seharusnya saling mengetahui aktivitas masing-masing. Pernyataan ini merespons pertanyaan awak media apakah pimpinan KPK yang lain mengetahui pertemuan Ketua KPK Firli Bahuri dengan mantan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo.
“Kalau bicara kolektif kolegial tidak ada alasan lima pimpinan KPK tidak tahu kegiatan pimpinan yang lain,” kata Saut di Polda Metro Jaya, Jakarta, Selasa, 17 Oktober 2023.
Meski begitu, dia berujar, sebaiknya pertanyaan tersebut langsung ditanyakan kepada para pimpinan KPK. Saut kemudian menceritakan pengalamannya ketika masih memimpin komisi antirasuah pada 2015-2019. Saat hendak pergi, tutur Saut, dirinya harus pamit kepada pimpinan KPK yang lain.
“Makan mie saja lapor, kalau ketemu terdakwa di restoran kan repot. Jadi bagaimana secara kolektif dikontrol oleh empat pimpinan lain,” tuturnya.
Saut menyebut setiap pergerakan pimpinan KPK berisiko. Sebab, lanjut dia, pimpinan KPK tak boleh bertemu langsung dengan orang yang berkaitan dengan perkara di komisi antirasuah.
“Enggak ada alasan, langsung tidak langsung, lewat teman, adikmu juga tidak boleh,” ucap Wakil Ketua KPK periode 2015-2019 ini.
Untuk itulah, dibuat undang-undang mengenai KPK. Ketentuan bahwa pimpinan KPK tak boleh menemui pihak yang berhubungan dengan suatu perkara tercantum dalam Pasal 36 dan 65 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Polda Metro Jaya sedang menangani perkara dugaan pemerasan oleh pimpinan KPK dalam penanganan kasus korupsi di Kementerian Pertanian. Polisi telah memeriksa sejumlah saksi, termasuk Syahrul Yasin Limpo, Kevin Egananta Joshua selaku ajudan Firli Bahuri, Kapolrestabes Semarang Komisaris Besar Irwan Anwar, serta Direktur Pelayanan Pelaporan dan Pengaduan Masyarakat KPK Tomi Murtomo.
Hari ini, gilirannya Saut Situmorang yang menjalani pemeriksaan di Polda Metro Jaya. Menurut dia, dirinya akan dimintai keterangan sebagai saksi ahli kasus dugaan pemerasan oleh pimpinan KPK.
Pilihan Editor: PLN Denda Pelanggan Rp 33 Juta, Warga Cengkareng Cerita Kronologinya