TEMPO.CO, Jakarta - Komunitas Bike to Work atau B2W mencabut status Kota Ramah Sepeda untuk DKI Jakarta. Ketua Umum B2W Fahmi Saimima mengatakan, Pemerintah Provinsi atau Pemprov DKI Jakarta tidak konsisten menjaga predikat kota ramah sepeda tersebut.
"Kami juga anggap (adanya) malpraktik tata kelola, khususnya jalur sepeda," kata Fahmi ketika dihubungi, Rabu, 8 November 2023.
B2W sebelumnya memberikan status Kota Ramah Sepeda untuk Ibu Kota pada 2021. Akan tetapi, berbagai keputusan Pemprov DKI saat ini membuat B2W memutuskan menarik kembali status tersebut.
Pertama, anggaran untuk pembangunan jalur sepeda yang semula dialokasikan dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD) DKI 2023 dicoret. Pembahasan anggaran ini berlangsung di Grand Cempaka, Bogor pada November 2022.
Inkonsistensi Pemprov DKI menjaga predikat kota ramah sepeda juga tampak dari keputusan Penjabat (Pj) Gubernur DKI Heru Budi Hartono untuk melakukan rekayasa lalu lintas di kawasan pertigaan lampu merah Santa, Jakarta Selatan pada April 2023. Rekayasa lalin ini membuat jalur sepeda dan pedestrian dibongkar.
"Mei 2023, 18 ruas jalan Ibu Kota diperintahkan diaspal ulang dengan dalih menyambut KTT Asean tetapi dengan menutup jalur sepeda yang sudah ada dan tidak dikembalikan lagi seperti semula," ujar Fahmi.
Yang teranyar adalah Dinas Perhubungan DKI Jakarta membongkar pembatas jalur sepeda berupa stick cone di 13 ruas jalan. Menurut Fahmi, B2W sempat menolak rencana stick cone diganti mata kucing.
Penolakan ini disampaikan ketika B2W diundang Dishub DKI dalam agenda pembahasan evaluasi jalur sepeda. Namun, Dishub DKI tetap mengganti stick cone dengan mata kucing. Stick cone dikhawatirkan membahayakan keselamatan pengemudi dan pesepeda.
Fahmi melanjutkan, anggaran pembangunan jalur sepeda senilai Rp 4,5 miliar yang masuk dalam draf Raperda APBD 2024 juga dicoret. "Pemimpin sebelumnya padahal sudah memulai dengan baik. Jadi, Pj Gubernur sekarang abai dan tidak mendukung keberlanjutan hal yang baik," ucapnya.
Pilihan Editor: Di Kuliah Kebangsaan BEM UI, Pakar Tata Negara: Ini Bukan Soal Gibran atau Tidak