TEMPO.CO, Jakarta - Anggota Dewan Pengupahan perwakilan dari pekerja Federasi ASPEK Indonesia, Dedi Hartono, mengatakan serikat buruh tidak setuju atas rekomendasi besaran nilai upah minimum provinsi atau UMP DKI 2024 yang diajukan oleh unsur pemerintah dan pengusaha.
Alasannya kedua unsur ini menggunakan formula Peraturan Pemerintah (PP) No. 51/2023 tentang Pengupahan.
“Jadi sebenarnya di PP 51 ini justru menggerus yang seharusnya dinikmati seluruh pekerja buruh. Karena persentase kenaikannya masih dibawah pertumbuhan ekonomi,” kata Dedi saat ditemui di Balai Kota DKI Jakarta, Kamis, 17 November 2023.
Dedi pun mengungkapkan alasan unsur serikat buruh tetap menuntut kenaikan UMP DKI 2024 sebesar 15 persen. Menurut dia, tuntutan itu dinilai wajar karena merujuk pada nilai inflasi dan pertumbuhan ekonomi di Jakarta.
“Itu menggunakan formula inflasi DKI Jakarta 1,89 persen pertumbuhan ekonomi 4,90 persen indeks tertentu 8,15 persen, sehingga menjadi Rp 5.637.068,” ujarnya.
Menurut dia, rekomendasi UMP yang merujuk PP Nomor 51 Tahun 2023 tidak berpihak pada kontribusi dan dianggap manfaatnya tidak berdampak bagi kaum buruh.
Oleh karena itu, kata Dedi, kaum buruh akan mengawal penetepan besaran UMP DKI 2024 yang akan diumumkan oleh Pj Gubernur Heru Budi pada Senin pekan depan, 21 November 2023.
Kalangan buruh juga mendesak Penjabat Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono tidak menggunakan Peraturan Pemerintah No 51 Tahun 2023 untuk menentukan besaran Upah Minimum Provinsi atau UMP DKI tahun 2024. Hal ini mereka suarakan dengan menggela unjuk rasa di depan Balai Kota DKI pada Kamis kemarin.
“Pj Gubernur DKI Jakarta pakai nurani dan nyalimu, jangan tunduk pada PP 51 tahun 2023,” kata orator demo, Kamis, 16 November 2023.
Pilihan Editor: Orang Tua Leon Dozan Datangi Polres Jakarta Pusat Minta Penangguhan Penahanan