TEMPO.CO, Jakarta - Daerah Chusus Ibu Kota (DCI) Djakarta berubah nama menjadi Daerah Khusus Ibu Kota atau DKI Jakarta sejak 1972 berdasarkan panduan Ejaan Yang Disempurnakan (EYD).
Sebelumnya, pada 1961, status Djakarta diubah dari Daerah Tingkat Satu menjadi Daerah Chusus Ibu Kota dan nama DCI Djakarta ditetapkan sebagai pengganti nama Kotapraja Djakarta Raja. Simak sejarahnya berikut.
Sejarah pergantian nama Jakarta
Sejarah perjalanan penetapan nama Kota Jakarta tercatat oleh para pengembara Eropa di abad ke-16. Pada saat itu, Jakarta marak disebut sebagai Kalapa, yang merupakan pelabuhan utama kerajaan Sunda. Pelabuhan tersebut juga menjadi pusat perdagangan bangsa Portugis yang akhirnya diserang oleh Pangeran Fatahillah pada 22 Juni 1527.
Sejak itu, Pangeran Fatahillah mengganti nama Sunda Kalapa menjadi Jayakarta. Tanggal penyerangan itu hingga kini diperingati sebagai HUT Kota Jakarta.
Pada abad ke-16, VOC tiba di Indonesia dan mengambil alih kekuasaan atas Jayakarta dan mengganti namanya menjadi Batavia. Istilah Batavia ini diambil dari nenek moyang bansa Belanda, yakni Batavieren.
Kondisi geografis Batavia serupa dengan negara Belanda, sehingga pemerintah kolonial membangun kota dengan kanal untuk melindungi Batavia dari ancaman banjir seperti di Belanda. Pemerintah kolonial Belanda selanjutnya mendirikan pusat pemerintahan, dan memindahkannya ke daratan yang lebih tinggi dengan nama Weltevreden.
Kemudian, sejak pendudukan Jepang di Indonesia akibat perang Dunia ke-II pada tahun 1942-1945, Batavia berganti nama menjadi Jakarta, atau Jakarta Tokubetsu Shi.
Lalu, sejak Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia tahun 1945, Jakarta menjadi pusat kegiatan politik dan pemerintahan pada masa awal kemerdekaan. Akhirnya, secara resmi pada 1966, Jakarta ditetapkan sebagai Ibu Kota Negara.
Proses pergantian nama Kota Jakarta
Dilansir dari laman jakarta.go.id, pada abad ke-14, bernama Sunda Kalapa dan menjadi pusat pelabuhan kerajaan Padjadjaran. Lalu, 22 Juni 1527, terjadi penyerangan pangeran Fatahillah ke Sunda Kalapa, sehingga berubah nama menjadi Jayakarta. Kemudian, pada 4 Maret 1621, Belanda mulai mendirikan pemerintahan kolonial dan menamakannya Stad Batavia.
Tanggal 1 April 1905, pemerintah kolonial Belanda merubah nama menjadi Gemeente Batavia. Lalu, pada 8 Januari 1935, pemerintah kolonial Belanda mengubah nama tersebut menjadi Stad Gemeente Batavia dan berlanjut sebagai berikut.
- Pada 8 Agustus 1942, pasukan Jepang tiba di Batavia dan merubah namanya menjadi Jakarta Tokubetsu Shi.
- Pada September 1945, Jakarta menjadi pusat politik dan pemerintahan Indonesia dengan nama Pemerintah Nasional Kota Jakarta.
- Pada 28 Maret 1950, Pemerintah RI merubah nama Jakarta menjadi Praj’a Jakarta.
- Pada 22 Juni 1956, Wali Kota Jakarta kembali mengukuhkan nama menjadi Jakarta.
- Pada 18 Januari 1958, Jakarta menjadi daerah otonom dengan nama Kotamadya Djakarta Raya yang berada di bawah Provinsi Jawa Barat.
- Pada 1959, Jakarta berubah statusnya menjadi Daerah Tingkat Satu (Provinsi) yang dipimpin Gubernur.
- Pada 1961, status Jakarta dari Daerah Tingkat Satu kembali diubah menjadi Daerah Chusus Ibu Kota (DCI) Djakarta. Namanya pun berubah pada 1972 menjadi Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta mengikuti panduan Ejaan Yang Disempurnakan (EYD).
- Sebelumnya, pada 31 Agustus 1964, Ibu Kota Jakarta Raya resmi menjadi Ibu Kota Negara Republik Indonesia dengan nama Jakarta.
- Pada 31 Agustus 1999, status Jakarta kemudian diperbarui menjadi pemerintah provinsi sesuai dengan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Propinsi Daerah Khusus Ibu Kota Negara Republik Indonesia Jakarta dengan status otonomi yang memiliki kota administrasi.
- Pada 30 Juli 2007, Melalui Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2007 tentang Pemerintah Provinsi Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta sebagai Ibu Kota Negara Kesatuan Republik Indonesia, Jakarta berganti nama menjadi DKI Jakarta serta mengukuhkan status sebagai daerah otonomi khusus ibu kota.
Pilihan Editor: HUT ke-495, Begini Penampakan Jakarta Dulu dan Sekarang