TEMPO.CO, Jakarta - Pelanggan PLN bernama Benedicta Rosalind akhirnya memilih untuk mengajukan surat keberatan ke kantor PLN UP3 Kebon Jeruk, Jakarta Barat usai mendapat denda sebesar Rp 41,8 juta. “Saat ini kami masih menunggu surat panggilan untuk rapat keberatan dari PLN,” ucapnya saat dihubungi Tempo pada Selasa, 16 Januari 2024.
Sebelumnya, PLN telah melakukan pertemuan lanjutan bersama Rosalind pada Jumat siang, 12 Januari 2024. Rosalind mengaku telah dijelaskan oleh PLN duduk perkara keluarganya sampai harus membayar denda. Pada pertemuan tersebut, PLN memberikan kesempatan untuk keluarga Rosalind mengajukan surat permohonan keringan periode waktu cicilan.
Usai berdiskusi dengan PLN, ia harus berembuk bersama anggota keluarganya yang lain untuk memutuskan langkah selanjutnya. Pasalnya, kWh meter yang dianggap melanggar oleh PLN adalah rumah milik om dan tantenya yang sudah meninggal. Sedangkan anak-anak dari mereka sudah memiliki keluarga dan tinggal di rumah masing-masing. Oleh karena itu, ia diizinkan tinggal di rumah kosong tersebut.
Semula, Rosalind memilih pasrah menerima denda PLN tersebut. Menurutnya, sudah tidak ada lagi jalan ke luar dari permasalahan tersebut.
Ia mengaku telah melakukan audiensi dengan PLN pada Jumat sore, 12 Januari 2024. “Sudah berdiskusi panjang lebar tetap tidak diberi keringanan untuk biaya tagihannya,” ucapnya saat dihubungi pada Jumat, 12 Januari 2024.
Menurutnya, PLN hanya memberikan keringanan agar dia bisa mencicil tagihan selama tiga tahun. Periode itu lebih lama dari ketentuan awal PLN.
Ia pun tak tahu soal pelanggaran kWh meter di rumah tersebut karena baru satu setengah tahun tinggal di sana. Kebingungan itu kemudian ia ceritakan lewat akun X pribadinya, @brosalind. “Saya dapat tagihan tersebut dengan nominal yang fantastis dan gatau bisa minta tolong siapa. Gimana caranya bisa dapat keringanan?” ujar pemilik akun @brosalind di X pada Kamis, 11 Januari 2024.
Rosalind bercerita bahwa petugas PLN datang untuk mengecek meteran listrik di rumahnya, Kecamatan Kebon Jeruk, Jakarta Barat pada Rabu, 10 Januari 2024. Petugas menemukan kejanggalan di meteran yang rupanya tidak terdapat segel. Meteran pun dibongkar dan diganti baru oleh petugas.
Meteran listrik yang lama kemudian dicek dan dijadikan sebagai barang bukti. Menurut hasil pengecekan, meteran itu diproduksi sejak tahun 1992. Setelah uji pengecekan, petugas menemukan adanya error atau penyimpangan sebesar -29,15 persen (minus). Lalu, ditemukan juga baret di disk meteran tersebut.
Atas temuan tersebut, PLN menyatakan Rosalind melanggar peraturan Penertiban Pemakaian Tenaga Listrik golongan 2. Dilansir dari laman resmi PLN, pelanggaran Golongan II (P-II) merupakan pelanggaran yang mempengaruhi pengukuran energi.
Rosalind sempat kesal dan mengaku tidak tahu ada pelanggaran tersebut. Ia merasa tidak pernah mengotak atik meteran. Namun, ia tak bisa berkutik dan memilih untuk membayar uang muka sebesar Rp 12,8 juta atau 31 persen dari total tagihan denda sebesar Rp 41,8 juta. Ia merasa kesulitan jika listriknya diputus langsung oleh PLN. Sementara itu, sisanya dapat dicicil selama tiga tahun setelah ia mengajukan keringanan.
Meski begitu, Rosalind masih merasa kesal karena dendanya baru ketahuan saat dana sudah menumpuk. “Ya dari dulu @pln_123 ga ngecek meteran rumah atau gimana, kok baru dicek sekarang dan dengan gampang menjatuhkan denda sebesar Rp 41,8 juta,” kata dia.
Sehubungan dengan hal itu, Manajer PLN Unit Pelaksana Pelayanan Pelanggan Kebon Jeruk Elpis J Sinambela mengimbau pelanggan untuk membuat keterangan secara tertulis kepada Tim Keberatan P2TL jika merasa keberatan. Tim itu terdiri dari PLN dan pihak independen dari Direktorat Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian ESDM. Di sana, tim bertugas melakukan evaluasi dan mengkaji pengajuan keberatan oleh pelanggan.
Pilihan Editor: Pelanggan PLN Didenda Rp 41,8 Juta Setelah Petugas Ujug-ujug Mengecek Meteran Listrik