TEMPO.CO, Jakarta - Pakar Hukum Perdata Universitas Gadjah Mada (UGM) Annisa Syaufika Yustisia Ridwan merespons besaran ganti rugi Rp 500 miliar dalam gugatan Almas Tsaqibbirru terhadap pakar hukum tata negara Denny Indrayana. Gugatan yang diajukan ke Pengadilan Negeri Banjarbaru itu dilayangkan atas kritik Denny di sejumlah media ihwal putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang membuat Gibran menjadi cawapres.
"Orang mau minta berapa ya bebas-bebas aja. Namanya juga gugatan. Mau bikin gugatan yang ngaco juga enggak apa-apa. Masuk pengadilan, ya sudah, hak warga negara yang mau gugat," kata Annisa saat dihubungi Tempo, Jumat, 2 Februari 2024.
Annisa menjelaskan, siapa pun berhak untuk meminta ganti kerugian berapa pun nilainya saat mengajukan gugatan perdata. Setiap gugatan yang masuk ke pengadilan, nantinya akan diperiksa oleh hakim dengan berpedoman pada hukum secara formil dan materiil.
Ada dua macam kerugian yang bisa digugat. Pertama, kerugian material, yakni kerugian yang betul-betul nyata diderita, misalnya biaya dan bunga. Kedua, kerugian immaterial yang tak terlihat secara langsung, contohnya rasa sakit yang diderita maupun rasa tidak aman.
"Memang tidak mudah untuk mengkonversikan kerugian immaterial ke bentuk uang. Tapi yang jelas, seandainya gugatan dikabulkan, nominal ganti kerugiannya yang rasional. Orang yang menggugat memang biasanya minta ganti kerugian dengan angka yang bombastis gitu," ucapnya.
Dalam surat gugatannya terhadap Denny Indrayana, Almas mengaku menderita kerugian material sebesar Rp 200 juta untuk menyewa jasa kuasa hukum dengan cara berutang pada kedua orang tuanya. Gugatan senilai Rp 500 miliar yang diajukan merupakan kerugian immaterial akibat komentar Denny yang menyebut Almas terlibat dalam kejahatan terencana dan terorganisir ihwal permohonan uji materi di MK tentang batas usia capres dan cawapres.
Pejabat Unit Riset dan Publikasi Fakultas Hukum UGM itu mengatakan, perbuatan melawan hukum pada dasarnya diatur dalam Pasal 1365 KUH Perdata. Menurut dia, gugatan Almas yang mempermasalahkan pernyataan Denny itu akan lebih sesuai apabila menggunakan Pasal 1372 KUH Perdata tentang penghinaan.
"Saya herannya itu, kenapa dia tidak pakai Pasal 1372, tapi pakai Pasal 1365. Mungkin Pasal 1372 lebih matching dengan perbuatannya. Jadi, pasal penghinaan ini kan anaknya pasal perbuatan melawan hukum," tuturnya.
Selanjutnya beda penggunaan pasal 1372 dan pasal 1365 KUHP Perdata...