TEMPO.CO, Jakarta - Advokat Haris Azhar Law Office, Muhammad Ali Ayyubi Harahap, berkomentar soal sutradara dan tiga pemeran film Dirty Vote yang dilaporkan Dewan Pimpinan Pusat Forum Komunikasi Santri Indonesia (DPP Foksi). Mereka yang dilaporkan itu Zainal Arifin Mochtar, Feri Amsari, Bivitri Susanti, beserta Dandhy Laksono selaku sutradara.
"Perbuatan tiga akademisi hukum tata negara dan sutradara dalam film Dirty Vote tidak masuk dalam kategori pelanggaran pemilu sebagaimana dimaksud Pasal 287 ayat (5) UU No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilu," kata Ayyubi dalam keterangan tertulisnya, Selasa, 13 Februari 2024.
Ayyubi menjelaskan film Dirty Vote tak ditujukan untuk kepentingan berkampanye. Lebih dari itu, jelas Ayyubi, keempat orang yang dilaporkan itu tidak terafiliasi dengan capres-cawapres tertentu. "Film Dirty Vote murni sebagai karya film yang mengkritisi kondisi pelaksanaan proses pemilu di Indonesia," ujarnya.
Ayyubi menjelaskan bahwa tak ada unsur fitnah dalam film itu sebagaimana yang diatur dalam Pasal 27A UU ITE. Ketiga pakar itu, sambung Ayyubi, menjabarkan dugaan kecurangan Pemilu 2024 dengan melandaskan diri dengan ilmu pengetahuan.
"Hanya menguraikan fakta-fakta, lalu melakukan analisis/penilaian terhadap fakta peritiwa yang telah terjadi menggunakan ilmu pengetahuan/keahlian masing-masing ahli, menggunakan kaidah-kaidah hukum, asas-asas hukum," ucapnya.
Ayyubi menyatakan muatan atau konten merupakan penilaian, pendapat, hasil evaluasi atau sebuah kenyataan, atau kedudukan suatu jabatan tidak dapat dikategorikan sebagai pencemaran nama baik maupun fitnah.
"Lembaga Kepolisian harus hati-hati dan harus menolak laporan terhadap film Dirty Vote. Film tersebut justru telah berperan dalam pembangunan dan pemajuan proses demokrasi Indonesia," tuturnya.
Pilihan Editor: 3 Pakar Hukum dan Sutradara Dirty Vote Dilaporkan ke Polisi